Minggu, 18 Mei 2008

GE

BAB II
KONSEP DASAR


A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Definisi
Gastroenteritis (GE) atau diare akut adalah peradangan pada lambung dan usus yang dapat ditunjukan dengan muntah dan diare. (Padiatric Nursing, Carring for Children, Jane ball, Ruth Bindler, 1995,512)

2. Anatomi Fisiologi
Sistem gastrointestinal (sistem pencernaan, saluran pencernaan) yang mempunyai peran utama dalam pemenuhan nutrisi ke seluruh tubuh. Prosesnya mencakup respon baik fisiologis maupun psikologis untuk mendapatkan makanan, saluran cerna (pemecahan makanan secara fisik ataupun kimia menjadi molekul – molekul yang lebih kecil), absrobsi (penyerapan makanan dari saluran cerna ke sirkulasi darah), dan pembungan/eliminasi (pelepasan sisa pencernaan dari tubuh). Saluran pencernaan tersebut meliputi: mulut, esofagus, lambung, dan usus halus dan usus besar. Setelah diabsorbsi, sisanya akan dibuang melalui anus. (lihat gambar 1).










Gambar 1 anatomi sistem gastrointestinal. (sumber: Spien–Chard–Hawe Bernard. Pediatric Nursing Care 1990, 668).

Lambung
Lambung terbagi atas tiga bagian yaitu fundus, korpus, dan pilorus. Kedua ujung lambung terdapat masing – masing satu spinkter. Spinkter cardiae berfungsi untuk memasukan dan mencegah makanan keluar dari lambung dan spinkter pyloric menegelurkan kimus dari lambung menuju duodenum dan mencegah kembali ke lambung. Lambung berfungsi untuk menampung, mencampur, dan mengosongkan kimus ke duodenum. Kurang lebih 90% air diabsorbsi di lambung. Lambung mengeluarkan enzim pepsin, lipase, dan amilase untuk mencerna kimus setelah itu, kimus akan menuju duodenum untuk mengalami pencernaan lebih lanjut untuk diabsorbsi.

Usus halus
Usus halus terdiri dari jejenum, duodenum, dan ileum. Kimus yang masuk ke usus halus akan dicerna . karena gerakan segmentasi, makanan akan bercampur. Pada usus halus akan terjadi absorbsi nutrien, elektrolit, dan sedikit air.

Usus besar
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 meter dan terbentang antara sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus halus, rata – rata sekitar 6,5 cm, tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar memiliki 4 lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam 3 pita yang dinamakan taenis koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenis lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong – kantong kecil yang dinamakan haustra. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae.
Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai banyak sel goblet daripada usus halus. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan untuk rektum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis. (lihat gambar 2).














Gambar 2 penampang mukosa usus. (sumber: Whaley and Wong’s. Nursing Care of Infant and Children. 1999, 1536).


Alir balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati.Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorbsi 800 ml air/hari. Kapsitas absorbsi usus besar adalah 2000 ml/hari. Bila jumlah dilampaui, misalnya karena adanya kiriman yang berlebihan dari ileum, maka akan terjadi diare. Pencernaan yang terjadi di usus besar diakibatkan oleh bakteri. Usus besar mensekresikan mukus alkali yang tidak mengandung enzim, mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa. Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri dan sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol, dan asam lemak. Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi.

3. Etiologi
Penyebab diare pada anak – anak mempunyai banyak perbedaan pada setiap kasus. Secara spesifik, etiologinya tidak selalu diidentifikasi. Mekanisme umumnya adalah penurunan kapasitas absorbsi dari usus yang mengalami inflamasi, penurunan permukaan area absorbsi, atau rangsangan pada saraf parasimpatetik. Beberapa faktor yang diduga dapat meyebabkan diare adalah:
a. Faktor infeksi
1. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, terdiri dari:
· Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campy-lobacter, yersinia, Aeromonas, dsb.
· Infeksi virus: Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dsb.
· Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongy-loides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans)
2. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akuta, tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneu-monia, ensefalitis, dsb. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa); monosakarida 9intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar
e. Faktor obat-obatan (zat besi, antibiotika)
f. Penyakit kolon (kolitis, NEC, enterokolitis)
g. Pembedahan (pada usus besar)

4. Patofisiologi
Diare disebabkan karena ketidaknormalan absorbsi air dan elektrolit. Transport air dan elektrolit ini terjadi di dalam sistem pencernaan meningkat pada usia anak – anak. Mukosa usus pada anak kecil lebih permiabel daripada anak besar. Karena pada anak kecil dengan peningkatan osmolalitas menimbulkan diare, banyak cairan dan elektrolit akan hilang pada anak yang lebih besar. Diare dapat disebabkan karena proses patologik.
Organisme masuk pada mukosa epitel, berkembang biak pada usus dan menempel pada mukosa usus serta melepaskan enterotoksin yang dapat menstimulasi cairan dan elektrolit keluar dari sel mukosa. Infeksi virus ini menyebabkan destruksi pada mukosa sel dari vili usus halus yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas absorbsi cairan dan elektrolit.. Interaksi antara toksin dan epitel, usus menstimulasi enzim Adenilsiklase dalam membran sel dan mengubah cyclic AMP yang menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit. Proses ini disebut diare sekretorik. Pada proses invasi dan pengrusakan mukosa usus, organisme menyerang enterocytes (sel dalam epitelium) sehingga menyebabkan peradangan dan kerusakan pada mukosa usus. Pada pemeriksaan histologi, bakteri dapat menyebabkan ulserasi superfisial pada usus dan dapat berkembang biak di sel epitel. Sedangkan bila bakteri menembus dinding usus melalui plague peyeri di ileum maka akan diikuti dengan multiplikasi organisme intraselular dan organisme mencapai sirkulasi sistemik.


Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
a. Gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan-nya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi, akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus. Hiperperistaltik akan mengakibatkan berku-rangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare.

5. Tanda dan gejala
a. Anak menjadi cengeng
b. Gelisah
c. Suhu tubuh biasanya meningkat
d. Nafsu makan berkurang
e. Diare, tinja cair, mungkin disertai lendir/darah
f. Tinja berwarna kehijau – hijauan karena bercampur empedu
g. Anus dan daerah skitarnya lecet karena sering diare
h. Mual, muntah
i. Gejala dehidrasi: berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, diuresis berkurang.

6. Tes Diagnostik
a. Pemeriksaan tinja, makroskopis dan mikroskopis: ditemukan kuman sepesifik.
b. Biakan tinja dan uji resistensi, jika diperlukan.
c. Analisa gas darah: base axcess rendah.
d. Pemeriksaan serum elektrolit, natrium, kalium: terjadi penurunan.
7. Terapi Medik
Prinsip utama penanganan Gastroenteritis adalah:
a. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
b. Mengembalikan fungsi normal sistem pencernaan
c. Mencegah penyebaran infeksi pada orang yang kontak dengan anak diare.

Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya: disesuaikan dengan kebutuhan cairan per usia.
b. Dietetik (cara pemberian makanan)
c. Obat – obatan.

Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, anak diberi rehidrasi oral seperti Pedialyte, Ricelyte, atau Lytren untuk bayi dan anak yang masih kecil. Gatorade diberikan untuk anak yang lebih besar. Minuman yang mengandung karbonat dan gula sebaiknya tidak diberikan karena fermentasi gula dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan peningkatan gas, distensi abdomen, dan meningkatkan frekuensi diare.
Untuk dehidrasi berat, rehidrasi dengan pemberian cairan intravena yang sesuai untuk mengkoreksi ketidakseimbangan yang spesifik. Anak dipuasakan untuk mengistirahatkan usus. Bila dehidrasi sudah teratasi dan diare sudah berkurang, anak dapat mulai makan bertahap.
Bila diare disebabkan oleh bakteri/parasit, maka therapi antibiotika diberikan. Absorbent seperti Donnagel dan Kaopectate dapat merubah bentuk tinja, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah kehilangan cairan.

8. Komplikasi
a) Dehidrasi: (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik), karena kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare dan atau muntah.
b) Kejang hipovolemik: sebagai manifestasi dari kekurangan cairan intraseluler.
c) Hipokalemia: (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan EKG) akibat kekurangan kalium, karena diare dan muntah.
d) Hipoglikemia: sel kekurangan glukosa akibat tiddak ada suply glukosa ke sel karena malabsorbsi, kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase
e) Malnutrisi energi protein: akibat muntah dan diare yang lama atau kronik.



B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Kebersihan pada anak
2) Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
3) Kebersihan lingkungan
4) Kebiasaan jajan makanan yang dijajakan di tempat terbuka
5) Pengetahuan keluarga tentang diare
6) Upaya yang dilakukan keluarga bila anak diare
b. Pola nutrisi dan metabolik
1) Pemberian makanan pada anak
2) Jenis makanan yang diberikan
3) Adanya kemerahan/lecet pada daerah sekitar anus
4) Hasil analisa gas darah, serum elketrolit, dan pemeriksaan hematologi lainnya.
c. Pola eliminasi
1) Kebiasaan b.a.b
2) Adanya diare (karakteristik faeces:ada darah/lendir, warna, frekuensi)
d. Pola tidur dan istirahat.
1) Perubahan pola tidur karena diare
e. Pola persepsi dan kognitif
1) Adanya keluhan nyeri pada perut
2) Anak rewel,cengeng, gelisah

f. Pola peran dan hubungan sesama
1) Anak ingin selalu dekat dengan ibu/orang tuanya
g. Pola koping dan toleransi terhadap stress
1) Anak cengeng/sering menangis

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diare berhubungan dengan perubahan motilitas gastrointestinal
b. Kurang volume cairan berhubungan dengan diare dan muntah
c. Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi pada usus
d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan diare pada anak
e. Kurang pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit, pencegahan dan tindakan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kontak kulit dengan faeces dan tindakan membersihkan.


3. Perencanaan
a. Diare berhubungan dengan perubahan motilitas gastrointestinal.
Hasil yang diharapkan:
Fungsi gastrointestinal kembali normal.

Rencana tindakan:
Intervensi
Rasional
1. Observasi tanda – tanda vital dasar dan monitor tiap 2 – 4 jam.
2. Observasi jumlah faeces, konsistensi, bau, dan frekuensi b.a.b
3. Periksa darah samar pada faeces
4. Monitor hasil faeces kultur dan adanya telur cacing/parasit
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan anak.
6. Isolasi anak sampai penyebab diare diketahui
7. Bantu anak b.a.b dan membersihkannya.


8. Berikan rehidrasi oral dan cairan intravena. Batasi intake makanan.
9. Beritahu pada dokter bila diare menetap atau ada perubahan karakteristik.
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan merubah fungsi vital tubuh
2. Membantu dalam diagnosa dan dalam memonitor status kesehatan anak
3. Defekasi yang sering dan kuman dapat menyebabkan perdarahan.
4. Pemberitahuan hasil yang cepat pada dokter dapat mempercepat pengobatan.
5. Membantu pencegahan transmisi mikroorganisme.

6. Mencegah pemaparan pada pasien lain dan perawat.
7. Anak mungkin lemah, tidak dapat menahan b.a.b, atau cemas dan membutuhkan pertolongan untuk menggunakan kamar mandi
8. Menyediakan kebutuhan cairan dan nutrien ketika usus beristirahat.

9. Memberikan intervensi dengan segera.

b. Kurang volume cairan berhubungan dengan diare dan muntah
Hasil yang diharapkan:
Anak mempunyai keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal yang ditandai dengan hasil laboratorium dan pemeriksaan dokter yang normal.

Rencana tindakan:
Intervensi
Rasional
1. Monitor intake output dan catat setiap b.a.k





2. Bandingkan berat badan sebelum masuk dan berat badan saat ini. Timbangberat badan tiap hari.

3. Kaji tingkat kesadaran, tur-gor kulit, membran mukosa, warna kulit dan suhu, pengisian kapiler, mata, dan ubun-ubun setiap 4 jam.

4. Kaji adanya muntah


5. Berikan cairan per oral dan pengganti elektrolit jika tolerate.
6. Berikan dan pertahankan pemberian cairan intravena jika diberikan.
1. Memonitor output yang berlebihan dibandingkan dengan input . Tanpa urine dalam waktu yang lama merupakan indikator penurunan fungsi ginjal. Anak seharusnya memproduksi i ml urine/kg/bb/jam.
2. Derajat dehidrasi dapat diketahui dari peresentase penurunan berat badan. Penimbangan setiap hari membantu dalam menentukan kemajuan rehidrasi.
3. Menentukan derajat rehidrasi dan keadekuatan intervensi.




4. Muntah yang berlebihan disertai diare menyebabkan anak kehilangan cairan.
5. Memberikan pengganti cairan dan elektrolit yang essensial.

6. Penggunaan penggantian cairan intravena didasarkan pada derajat dehidrasi, IWL dan hasil elektrolit.

c. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi pada usus.
Hasil yang diharapkan:
Suhu badan normal (36 0C – 37 0C).

Rencana tindakan:
Intervensi
Rasional
1. Monotor tanda-tanda vital: suhu, nadi
1. Manifestasi infeksi antara lain, peningkatan suhu dan denyut nadi
2. Periksa faeces kultur


3. Batasi aktivitas/tirah ba-ring
2. Dengan mengetahui penyebab penya-kit, dapat digunakan sebagai landasan therapi yang tepat
3. Mengurangi penggunaan energi un-tuk aktivitas, sehingga energi diguna-kan untuk proses penyembuhan infeksi
4. Berikan therapi anti-biotika sesuai dengan program medik
4. Antibiotika yang sesuai sangat efektif untuk mengatasi infeksi, sehingga terjadi penurunan suhu tubuh
5. Berikan antipiterika dan evaluasi suhu tubuh
5. Antipiretika mempengaruhi pusat pengatur suhu (hipothalamus).

d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan diare pada anak.
Hasil yang diharapkan:
· Orang tua memverbalisasikan kecemasannya.
· Kecemasan orang tua berkurang ditandai dengan sikap lebih santai dan aktif membantu perawatan anaknya.

Rencana tindakan:
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan orang tua.
1. Dasar untuk menentukan jenis intervensi yang diperlukan.
2. Dorong orang tua untuk memverbalisasikan kecemasannya, dengarkan dengan penuh perhatian setiap keluhannya
2. Verbalisasi kecemasan membantu orang tua dan perawat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.
3. Berikan penjelasan atas setiap rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap anak.
3. Ketidaktahuan orang tua akan rencana yang akan dilakukan terhadap anaknya dapt meningkatkan kecemasan
4. Dorong orang tua untuk ikut terlibat dalam asuhan anaknya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki-nya.
4. Keterlibatan orang tua memberikan perasaan berdaya bahwa mereka sedang membantu mengatasi sakit anaknya.
5. Informasikan terus menerus kepada orang tua tentang perkembangan/kemajuan yang dicapai oleh anak.
5. Mengetahui tingkat kemajuan yang dicapai dalam penanganan mem-perkuat keyakinan orang tua akan perjalanan kesembuhan anaknya.
6. Yakinkan orang tua bahwa sakit yang dialami anaknya pada umumnya dapat disembuhkan dan berikan penjelasan yang realistis tentang keadaan anaknya.
6. Gambaran umum tentang kesem-buhan perlu bagi orang tua, namun demikian perawat harus tetap berpegang pada realita agar orang tua siap menghadapi segala ke-mungkinan yang dapat terjadi.

e. Kurang pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit, pencegahan dan tindakan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Hasil yang diharapkan:
Orang tua dapat menjelaskan kembali penjelasan dari perawat tentang higiene perorangan dan lingkungan, pola pemberian makanan, kebersihan alat – alat makan dan pencegahan serta pertolongan diare.

Rencana tindakan:
Intervensi
Rasional
1. Jelaskan tentang cara pence-gahan diare dengan menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
2. Anjurkan orang tua untuk berkonsultasi dengan dokter yang merawat.
3. Beri tambahan penjelasan bila ibu kurang jelas dengan keterangan dokter.


4. Demonstrasikan cara mera-wat anak diare selama di rumah sakit.
5. Libatkan ibu dalam pera-watan anaknya.

6. Anjurkan ibu untuk selalu cuci tangan yang bersih sebelum dan sesudah kontak dengan anak.
1. Merupakan dasar untuk membe-rikan informasi yang dibutuhkan.


2. Mencegah terulangnya diare


3. Mendapatkan informasi yang akurat tentang penyebab dan program pengobatan. Penjelasan dari perawat mungkin lebih mudah dimengerti oleh ibu.
4. Memberi contoh pada ibu cara perawatan yang baik.

5. Mempertahankan kedekatan ibu dengan anaknya dan ibu dapat berpartisipasi dalam perawatan
6. Kontak penyakit diare banyak terjadi karena kelalaian mencuci tangan

f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kontak kulit dengan faeces yang berulang.
Hasil yang diharapkan:
Daerah perianal anak berwarna merah muda dan utuh.

Rencana tindakan:
Intervensi
Rasional
1. Kaji adanya kerusakan/iritasi kulit sekitar perineum.
1. Pengkajian awal dan intervensi dapat mencegah kondisi yang lebih buruk.
Tindakan pencegahan:
2. Ganti popok tiap 2 jam atau kalau perlu

2. Meminimalkan kontak kulit dengan zat kimia iritan dari faese dan urine
3. Gunakan popok kain
3. Meminimalkan iritasi mekanik dan kimia dari popok disposibel
4. Cuci daerah sekitar anus setelah ngompol/buang air besar
4. Membersihkan sisa-sisa faeces jika ada.
5. Berikan baby salf
5. Memberikan barier dan menjaga keutuhan kulit atau kulit yang kemerahan menjadi ekskoriasi.

Tidak ada komentar: