Minggu, 18 Mei 2008

FRAKTUR HIP

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hip atau daerah seputar pangkal paha merupakan bagian vital tungkai bawah. Di sana terdapat persendian dengan otot-otot besar kuat. Patahnya tulang hip bisa disebabkan oleh hanya kecelakaan dan juga kontribusi patologis tulang terutama osteoporosis pada manula. Jika terjadi fraktur di daerah hip maka otot yang kuat tersebut dapat terstimulasi untuk berkontraksi yang dapat berakibat perlukaan atau deformitas. Pada kepala sendi pun terdapat pembuluh darah yang cukup besar dan sangat potensial menimbulkan masalah ancaman nekrosis kepala sendi jika terjadi fraktur yang menyebabkan aliran darah terputus dan tidak mendapat penangan segera. Dalam berbagai kasus, seseorang yang mengalami fraktur hip masih dapat berjalan tanpa beban sehingga kemudian rasa nyeri yang menghebat mendorongnya untuk mencari pertolongan medis. Banyak pasien terutama manula menolak untuk percaya bahwa tulangnya patah, mereka yakin sakitnya segera sembuh bila nyeri sudah diatasi.
Penyuluhan bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang potensial mengalami cedera cukup penting untuk merubah kondisi lingkungan. Dengan situasi seperti diatas diharapkan perawat mampu mengantisipasi setiap kasus fraktur hip yang ditemui.

B. TUJUAN PENULISAN
Makalah disusun untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari berbagai literatur tentang fraktur hip. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek terutama aspek keperawatannya, diharapkan dalam menghadapi kasus nyata dilapangan kelak sudah ada konsep yang mendasar dalam menentukan rencana penerapan asuhan keperawatan bagi berbagai kasus fraktur hip.

C. METODA PENULISAN
Metoda penulisan yang dipakai dalam penyusunan makalah ini adalah dengan mempelajari berbagai literatur yang tersedia, kemudian disarikan lewat pembahasan dalam diskusi-diskusi kelompok.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Penyusunan dimulai dengan Bab I pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan, metoda penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab II diuraikan teori serta tentang konsep dasar Fraktur Hip., terapi medik, dan asuhan keperawatannya.


BAB II
KONSEP DASAR

A. KONSEP DASAR MEDIK

1. DEFINISI
Fraktur : Adalah diskontinuitas struktural pada tulang
Hip : Adalah bagian dari tulang panggul yang berartikulasi dengan pangkal tulang femur pada asetabulum
Fraktur Hip : Adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan fraktur tulang femur pada daerah ujung/pangkal proksimal yang meliputi kepala sendi, leher, dan daerah trochanter. (Sumber: NCP, Susan P.C., 1980, p. 698)

2. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang femur terdiri dari :
a. Ujung atas
b. Korpus
c. Ujung bawah
Ujung atas terdiri dari :
· Kaput FemurMassa yang membulat mengarah ke dalam dan keatas, tulang ini halus dan dilapisi dengan kartilago kecuali pada fovea, lubang kecil tempat melekatnya ligamen yang menghubungkan kaput ke area yang besar pada asetabulum dari tulang coxae. Di dalam kaput tersebut terdapat percabangan dari arteri retinakular posterior dan anterior, dan ligamentum teres serta arteri ligamentum teres.
· Kolum(leher) femurKorpus tulang mengarah ke bawah dan ke sebelah lateral menghubungkan kaput dan korpus.
· Trochanter mayor pada sisi lateral dan trochanter minor pada sisi medial merupakan tempat melekatnya otot-otot.
Tulang femur bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh sehingga memungkinkan untuk bergerak. Tulang hip dibungkus oleh serabut yang berbentuk kapsul, ligamen, dan otot.
Bagian besar trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh otot abduktor dan gerakan rotasinya terbatas. Bagian terkecil dari trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh otot ileopsoas.

3. ETIOLOGI
Secara umum fraktur disebabkan oleh :
a. Benturan dan cedera (kecelakaan)
b. Kelemahan/kerapuhan tulang akibat osteoporosis
c. Patah karena letih, patah karena otot tidak dapat mengabsorpsi energi seperti karena berjalan kaki terlalu lama.
Patah tulang panggul lebih sering pada wanita dari pada laki- laki, alasannya :
a. Wanita memiliki tulang panggul lebih lebar yang cenderung mengalami coxa vara(deformitas dari hip dimana sudut antara leher dan batang tulang mengecil).
b. Wanita mengalami perubahan hormon post menopausal dan berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis.
c. Harapan hidup wanita lebih panjang dari pria.


4. PATOFISIOLOGI
Dalam beberapa literatur keperawatan medikal bedah diuraikan bahwa fraktur hip digolongkan dalam dua klasifikasi, yaitu:
a. Intra kapsularFraktur terjadi pada daerah yang masih berada dalam lingkup kapsul sendi yang meliputi:1)Fraktur sub kapitalb)Fraktur transervikalc)Fraktur basal leher
b. Ekstra kapsularFraktur terjadi di luar kapsul sendi panggul pada daerah sekitar 5 sentimeter di bawah trochanter minor. Fraktur ini juga disebut dengan fraktur intertrochanteric.
Suplai darah kepada kaput femoris oleh arteri retunakular sangat penting. Penyaluran makanan ke pembuluh periosteal dan batang femur berlanjut ke trochanter dan ke bawah kolom femoris. Aliran darah ini bervariasi menurut umur. Pada fraktur di luar dan di dalam sendi panggul, suplai darah ke bagian kepala femur naik keatas melalui bagian leher sering terganggu terutama pada fraktur intra kapsular. Bila suplai darah terputus total maka dapat terjadi kematian atau nekrosis jaringan tulang kepala femur(kaput femoris), disebut Avascular necrosis.

5. TANDA DAN GEJALA
a. Nyeri hebat pada daerah fraktur.
b. Tak mampu menggerakkan kaki.
c. Terjadi pemendekan karena kontraksi/spasmus otot-otot paha.
d. Eksternal rotasi pada tungkai tersebut.
e. Tanda-tanda lain sesuai dengan tanda fraktur pada umumnya, yaitu:
1) Nyeri bertambah hebat jika ditekan/raba
2) Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.
3) Ada/tidak kulit yang terluka/terbuka di daerah fraktur.
4) Teraba panas pada jaringan yang sakit karena peningkatan vaskularisasi di daerah tersebut.
5) Pulsa/nadi pada daerah distal melemah/berkurang.
6) Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh fragmen tulang.
7) Krepitasi jika digerakkan (jangan melakukan pembuktian lebih lanjut jika pasti ada fraktur)
8) Perdarahan.
9) Hematoma, edema karena extravasasi darah dan cairan jaringan.
10) Tanda-tanda shock akibat cedera berat, kehilangan darah, atau akibat nyeri hebat.
11) Keterbatasan mobilisasi.
12) Terbukti fraktur lewat foto rontgen

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah lengkapDilakukan untuk persiapan pre operasi. Dapat menunjukkan tingkat kehilangan darah hingga cedera (pemeriksaaan Hb dan Hct)Nilai leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap cedera.
2. Golongan darah dan cross matchDilakukan sebagai persiapan transfudi darah jika kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
3. Pemeriksaan kimia darah.Sebagai persiapan pre operatif untuk mengkaji ketidak seimbangan akibat cedera yang dapat menimbulkan masalah pada saat intra operasi (misalnya, ketidak seimbangan potassium dapat meningkatkan iritasi cardiac selama anestesi) BUN creatinin untuk evaluasi fungsi ginjal.
4. Masa pembekuan dan perdarahan (clotting time, bleeding time) sebagai persiapan pre operasi, biasanya normal jika tak ada gangguan perdarahan. Pada pasien lanjut usia dapat diberikan terapi antikoagulan segera setelah post operasi untuk memperkecil terjadinya tromboemboli.
5. Pemeriksaan urine.Sebagai evaluasi awal fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan X-ray dada.Sebagai evaluasi tingkat cedera, persiapan pre operasi, atau mengetahui kondisi selama perawatan pembedahan, dll.(misalnya, kardiomegali atau gagal jantung kongestif).
7. EKGSebagai persiapan operasi maupun untuk mengevaluasi apakah terdapat juga cedera pada jantung (misalnya kontusio cardiac) disamping trauma/cedera pada hip.

7. KOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hip adalah:
1. Shock dan perdarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera sesudah operasi
2. Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut, antara lain: a. Pneumoniab. Thromboplebitisc. Emboli pulmonal
3. Penyembuhan terlambat, non-union. Sering pada fraktur intrakapsular sembuh lebih lambat bila dibanding dengan fraktur ekstra kapsular karena adanya gangguan suplai darah.
4. Aseptic necrosis kepala femur. Merupakan komplikasi fraktur femur proksimal an dislokasi traumatik pada hip.
5. Deformitas, malposisi femur, arthritis sekunder. Displasemen fragmen tulang dapat menyebabkan deformitas, sedangkan trauma menyebabkan arthritis.
6. Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi internal bisa melemah, patah, atau pindah tempat yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak. Untuk ini perlu pembedahan ulang.
7. Ekstrim eksternal/internal rotasi dan adduksi.
Sedangkan komplikasi lain yang dapat terjadi karena immobilisasi dan post operasi adalah:
1. Atelektasis
2. Infeksi Luka
3. Stasis atau infeksi saluran kemih
4. Kejang pada otot

8. TERAPI / PENGELOLAAN MEDIK
Pemilihan alat fiksasi tergantung lokasi fraktur, potensial nekrosis avascular pada kepala sendi femur, dan kesukaan dokter yang merawat. Fraktur intrakapsular dengan impaksi tanpa displasemen dapat disembuhkan cukup dengan bed rest saja. Jenis tindakan untuk jenis fraktur yang lain adalah sebagai berikut :
1. Stable plate and screw fixation : Dengan status non-weight bearing selama 6 minggu sampai 3 bulan
2. Telescoping nail fixation : Dengan status minimal weight bearing sampai partial weight bearing selama 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Prosthetic implant : Biasanya digunakan protesis Austin Moore atau protesis bi-polar untuk mengganti leher dan kepala sendi. Harus menjalani restriksi posisi dari 2 minggu sampai 2 bulan dan restriksi partial weight bearing sampai sekitar 2 bulan.
4. Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal) dilakukan jika kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk menjalani pembedahan.(Med.Sur.Nursing, Barbara C.long)

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatanPada orang-orang lanjut usia sering disertai riwayat kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, yang bisa menyebabkan jatuh.
b. Pola aktivitas dan latihan.
- Ada riwayat jatuh ketika sedang beraktifitas atau kecelakaan lain.
- Pada fraktur femur pangkal proximal kadang masih dapat berjalan tetapi tidak dapat menahan beban.
- Pada fraktur batang femur biasanya tidak kuat berdiri/menahan beban.
- Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada tungkai yang terkena.
c. Pola persepsi kognitif.
- Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang terkena.
- Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang terkena.
d. Pola nilai kepercayaan.
- Pada umumnya pasien menyatakan tidak percaya bahwa cederanya berat.
- Pada pasien lanjut usia dengan tegas menyangkal dan akan segera sembih bila nyeri dapat diatasi tanpa pembedahan.



2. DIAGNOSA KEPERAWATAN:
Preoperatif :
a. Nyeri sehubungan dengan:- Spasmus otot- Pergerakan fragmen tulang, edema, dan luka jaringan lunak- Traksi/alat immobilisasi- Stress, kecemasan (NCP, M.E. Doenges)
b. Potensial komplikasi preoperatif sehubungan dengan keadaan perlukaan(fraktur) akibat trauma (NCP, Nancy H.)
c. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang informasi tentang prosedur operasi(Med.Sur.Nsg.,Barbara C. Long)

Post operatif :
a. Nyeri sehubungan dengan prosedur operasi (Med.Sur.Nsg.,Barbara C. Long)
b. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan perubahan status extremitas bawah sesudah operasi perbaikan. (Med.Sur.Nsg.,Barbara C. Long)
c. Potensial komplikasi post operasi sehubungan dengan- Keadaan perlukaan akibat trauma- Intervensi pembedahan- Imobilitas (NCP, Nancy H.)
d. Potensial infeksi sehubungan dengan gangguan integritas kulit (Med.Sur.Nsg., Donna, Marylin)
e. Potensial gangguan perawatan di rumah sehubungan dengan situasi ketergantungan (Med.Sur.Nsg.,Barbara C. Long)
f. Kurang pengetahuan sehubungan dengan perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan di rumah (NCP, Nancy H.)


3. DISCHARGE PLANNING:
· Persiapan Perawatan Di Rumah. Pasien lanjut usia dengan fraktur hip biasanya mendapat rujukan rehabilitasi. Perawat harus mengkomunikasikan rencana asuhan kepada fasilitas yagn akan melanjutkan rehabilitasi. Pasien tidak boleh dipulangkan untuk tinggal sendiri di rumah karena membutuhkan bantuan selama proses penyambuhan. Perawat mengkaji struktur rumah atas adanya barrier terhadap mobilitas pasien (mis. tangga, dll.). Pasien harus mampu bergerak bebas dengan alat bantu di dalam rumah.
· Penyuluhan pasien /keluarga. Perawat menyediakan instruksi tertulis tentang cara merawat diri. Keluarganya mendapat penyuluhan tentang cara menjaga/merawat bagian yang sakit. Perawatan luka di rumah dapat diatur sesuai perjanjian dengan RS atau referal ke instansi lain. Pasien harus mengetahui cara meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi, mengenali tanda-tanda komplikasi, dan kapan dan dimana harus menghubungi tenaga kesehatan jika komplikasi terjadi.
· Persiapan Psikososial. Perawat mengatur perawatan lanjut di rumah, mis. konsultasi bagi pasien dengan depresi. Jika ada kerusakan jaringan yang parah maka perawat harus realistik dan menolong klien mengerti bahwa penyembuhan memerlukan waktu cukup lama, terutama jika terjadi infeksi. Keparahan dan penanganan yang kompleks dapat merongrong kondisi mental pasien dan keluarganya. Konseling kerja kadang diperlukan untuk membantu pasien mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya.
Sumber-sumber Pelayanan Kesehatan. Pasien dengan cedera berat memerlukan perawatan lanjut di rumah oleh perawat komiunitas. Perawat mengidentifikasi jika manula memerlukan tenaga pembantu di rumah dan mengaturnya. Sangat penting bagi perawat untuk mengkomunikasikan kebutuhan pasien kepada perawat/pengasuh yang melanjutkan perawatan di rumah. Tenaga fisioterapi diperlukan dalam rehabilitasi. Tenaga terapist okupasi diperlukan untuk mengkaji lingkungan, retraining aktivitas harian adaptasi agar lebih mandiri.

4. PERENCANAAN

Nyeri sehubungan dengan:
· Spasmus otot
· Pergerakan fragmen tulang, edema, dan luka jaringan lunak
· Traksi/alat immobilisasi
· Stress, kecemasan (NCP, M.E. Doenges)
HYD:
· Memverbalisasikan berkurangnya nyeri
· Menunjukkan sikap yang relaks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan sesuai.
Intervensi
Rasional
1. Pertahankan immobilisasi pada sisi paha yang fraktur
Displasemen tulang, pelebaran luka, dan nyeri hebat dapat terjadi
2. Evaluasi laporan nyeri/ketidak nyamanan, lokasi dan karakteristik, intensitas(skala 0-10), tanda nyeri nonverbal (perubahan TTV, dan emosi/tingkah laku)
Berpengaruh terhadap pemilihan dan efektivitas intervensi. Tingkat kecemasan berpengaruh dalam persepsi/reaksi terhadap nyeri.
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan perlukaan.
Luka dapat sembuh atau memburuk dipengaruhi oleh sikap pasien terhadap lukanya
4. Jelaskan prosedur sebelum memulai
Pasien siap mental dlm beraktifitas dan mampu mengendalikan ketidak nyamanan.
5. Berikan medikasi sebelum akivitas keperawatan
Relaksasi otot diperlukan untuk partisipasi aktivitas
6. Laksanakan aktif/pasif ROM dengan pengawasan
Kekuatan dan mobilitas memudahkan penyembuhan inflamasi daerah luka.
7. Dorong penggunaan tehnik manajemen stress: tehnik pernafasan, dll)
fokus perhatian, meningkatkan kemampuan pengendalian nyeri yang dapat berlangsung untuk waktu lama.
8. Identifikasi aktivitas yang sesuai dengan pasien dan dan kesukaannya
Kebosanan, ketegangan, mengganggu self esteem, dan pola koping.
9. Kolaborasi: Berikan medikasi yg sesuai: narkotik/non-narkotik: AINSberikan narkotik sesuai jadwal selama 3-5 hari
Nyeri dan/atau spasmus otot menambah ketidak nyamanan

Potensial komplikasi preoperatif sehubungan dengan keadaan perlukaan(fraktur) akibat trauma (NCP, Nancy H.)
HYD:
Sebelum pembedahan :
· Respirasi normal atau jika abnormal masalahnya teratasi
· Menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil
· Perdarahan teratasi
· Temuan neurovaskular dalam batas yang diharapkan
· Memverbalisasikan berkurangnya rasa nyeri
· Mendapat penyuluhan dan persiapan operasi
Intervensi
Rasional
1. Pastikan adekuasi pernafasan. Auskulatasi paru, laporkan temuan yang patologi kepada dokter, dan siap untuk memberikan dukungan respirasi jika diperlukan.
Kecelakaan ber-impak tinggi dengan fraktur femur mempunyai insiden tinggi trauma multisistem, termasuk pernafasan, jantung dan sistem saraf pusat.
2. Kaji adanya tanda-tanda perdarahan, dan pertahankan volume sirkulasi. Laporkan kenaikan denyut nadi, penurunan tekanan darah, pucat, berkeringat, atau penurunan kesadaran. Berikan dan pertahankan masukan cairan intravena. Jika fraktur terbuka dengan perdarahan aktif lakukan tekanan langsung pada luka dan laporkan dokter.
Fraktur femur mempunyai hubungan bermakna dengan kehilangan darah karena mempunyai pembuluh darah yang cukup besar. Parameter yang disebut adalah sebagai tanda shock dan memerlukan intervensi segera. Cairan intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan mengganti volume darah yang hilang.
3. Kaji status neurovaskular ekstremitas. Perhatikan jika denyut tak ada, bercak pada kulit, cianosis, parestesis, atau rasa baal. Bandingkan denyut nadi secara bilateral. Laporkan adanya defisit segera kepada dokter. Hindari pergerakan yang tidak perlu.
Pembuluh darah dan syaraf pada fraktur dapat diperparah oleh fragmen tulang, edema, dan deformitas. pergeraka dapat memperparah perlukaan. Perfusi yang tidak adekuat dapat mengakibatkan gangguan fungsi permanen.
4. Kendalikan nyeri®lihat DP nyeri

5. Jika fraktur terbuka, pastikan pencegahan tetanus dan infeksi sudah dipertimbangkan sebelum operasi. Balut luka secara steril
Luka terbuka sangat besar potensi infeksi tetanus dan lainnya. Balutan steril meminimalkan kontaminasi bakteria lainnya lebih lanjut.
6. Siapkan pasien untuk menjalani pembedahan




Nyeri sehubungan dengan prosedur operasiHYD:
· Pasien menyatakan merasa nyaman
· Pasien mampu melaksanakan aktivitas post operasi


Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat nyeri pasien dan evaluasi respon pasien thd tindakan pemberian rasa nyaman yang sudah dilakukan.
Data subyektif dan obyektif penting dalam mengatasi rasa nyeri post operasi dan menentukan manajemennya.
2. Ajarkan tehnik relaksasi yang sesuai
Relaksasi mempermudah istirahat dan memperbaiki respon terhadap nyeri
3. Gunakan tehnik pengurangan nyeri lainnya yang sesuai. Mis. gosok punggung, pengaturan posisi.
Perubahan stimulasi pada kulit dapat menghasilkan pengurangan nyeri.
4. Kolaborasi: pemberian analgesik (biasanya narkotik) sesuai jadwal pada masa segera sesudah operasi
Biasanya perlu diberikan narkotik 48-72jam pertama post operasi. Analgesi memepunyai efek lebih besar jika diberikan sebelum nyeri menjadi parah.
5. Kolaborasi: gunakan analgesik yang lebih ringan sesuai order jika nyeri sudah berkurang.
Nyeri dapat dikendalikan dengan analgesik lebih ringan (dengan efek samping sedikit) jika nyeri sudah berkurang.

Potensial komplikasi post operasi sehubungan dengan
· Keadaan perlukaan akibat trauma
· Intervensi pembedahan
· Imobilitas
HYD:
Dalam 24 jam post operasi di ruangan:
· Tanda-tanda dalam batas normal
· Tak ada perdarahan berlebihan, gangguan neurovaskular, atau infeksi
· Nyeri terkendali
· Dapat melaksanakan nafas dalam dan batuk efektif
· Mempertahankan posisi yang tepat
Dalam 24 jam post operasi:
· Melaksanakan latihan yang diperbolehkan
· Tak ada tanda dan gejala tromboemboli
· Memverbalisasikan pembatasan posisi
· Makan dan minum cukup secara oral jika mengijinkan.

Intervensi
Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital sesuai protokol post pembedahan atau lebih sering jika tidak stabil. Cek pembalut dan drain atas adanya perdarahan. Laporkan adanya abnormalitas tanda vital, perdarahan berlebihan pada balutan, drain, adanya edema, atau ecchymosis. Kaji cedera yang berhubungan jika cedera melibatkan trauma pada bagian lain.
Seperti yang telah disebutkan dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Takikardia dan hipotensi merupakan petunjuk tidak adekuatnya penggantian cairan, kehilangan darah karena cedera dan pembedahan, atau cedera lain yang tak terdeteksi.
2. Kaji status neurovaskular sekurang-kurangnya 1 jam sekali. Perhatikan melemahnya atau tak adanya denyut nadi, bercak kulit, cianosis, parestesia, baal, atau bertambahnya edema post operatif yang signifikan. Waspadai sindroma kompartemen: nyeri progresif yang yang dapat diperberat dengan peregangan, defisit sensori, paralisis, bengkakan keras, atau menurunnya denyut nadi distal. Hubungi dokter segara jika status pasien memburuk.
Pengkajian neurovaskular memastikan penyesuaian intervensi. Peningkatan edema dapat menekan struktur vaskular dan mengganggu oksigenisasi jaringan. Diperlukan tindakan segera untuk memperbaiki sirkulasi. Sindroma kompartemen terjadi pembengkakan otot yang memperburuk sirkulasi dan menimbulkan iskemia. Ini dapat terjadi segera sesudah operasi atau beberapa hari sesudahnya. Untuk itu diperlukan tindakan fasciotomy.
3. Pertahankan kepatenan infus dan berikan cairan sesuai order sekurangnya 24 jam pertama post operasi
Infus berperan untuk mengganti cairan yang hilang karena perdarahan, status NPO, ancaman dehidrasi, atau kehilangan jaringan pada pembedahan, juga sebagai jalur untuk pemberian obat intravena.
4. Berikan antibiotik sesuai order, observasi daerah luka, dan laporkan adanya peningkatan pembengkakan, eritema, demam, cairan purulen, atau tanda-tanda infeksi lainnya.
Antibiotik biasanya diberikan sesudah operasi, terutama pasien dengan fraktur terbuka, mencegah osteomyelitis. Perubahan kadang diperlukan untuk mengantisipasi adanya mikroorganisme patologis lain
5. Cegah komplikasi yang berhubungan dengan imobilitasi :
Imobilitas merupakan predisposisi bagi komplikasi post operasi.
· Dorong pelaksanaan ROM ® lihat Pada DP Gangguan mobilitas fisik
Latihan yang sesuai mengurangi stasis vena dan menjaga tonus otot
· Gunakan stoking antiembolic sesuai order dokter

· Sediakan pegangan untuk membantu gerak pasien
Pegangan berguna untuk bergerak

· Dorong pelaksanaan nafas dalam dan batuk efektif tiap jam pada saat pasien tidak tidur
Mencegah infeksi pernafasan dan akumulasi cairan.
· Pastikan kecukupan intake cairan jika tak ada kontra indikasi. Catat intake dan output.
Mempertahankan hidrasi, mengencerkan sekret, fungsi renal, dan infeksi sal. Kemih
6. Observasi tanda dan gejala tromboemboli:

· Emboli lemak: takikardia, dispnea, nyeri pleuritik, pucat dan cianosis, petechiae, wheezing, nausea, syncope, lemas, perubahan mental, perubahan ECG, atau demam. Daerah yang sakit teraba dingin, kaku, dan pucat
Emboli lemak terjadi lebih sering pada fraktur tulang panjang (3hari pertama). Mekanisme fisiologiknya tak diketahui. Emboli dapat terjadi di paru, jantung, otak, atau ekstremitas.
· Emboli paru: nyeri pulmonal mendadak, dispnea, takikardia, batuk, henoptisis, cemas, syncope, perubahan ECG, hipotensi, atau demam
Emboli paru biasanya terjadi belakangan antara 10-24 hari sesudah cedera
· Tromboplebitis: positif Homman’s sign Å, nyeri pada betis, bengkak, atau kemerahan pada tungkai.Laporkan setiap tanda dan gejala diatas segera kepada dokter.
Biasa terjadi pada tungkai sebagai akibat pembentukan bekuan dan menyumbat vena superfiisial maupun vena besar.
Intervensi segera perlu dilakukan karena komplikasi dapat mengancam kehidupan.
7. Pertahankan imobilisasi yang tepat pada bagian yang sakit tergantung tempat fraktur dan jenis pembedahan. Umumnya hindari adduksi, rotasi eksternal, fleksi hip mendadak.
Pergerakan tersebut dapat menyebabkan displasemen dan mempengaruhi proses penyembuhan.
8. Observasi dan lapor segera jika mendadak terjadi: Nyeri hebat, pemendekan atau rotasi pada sisi tungkai yang sakit, atau spasmus otot yang persisten.
Merupakan tanda dislokasi atau nekrosis kepala sendi. Diperlukan intervensi segera untuk mencegah kerusakan permanen.
9. Dorong intake nutrisi adekuat, terutama makanan kaya protein, vitamin, dan mineral.
Proses penyembuhan memerlukan tambahan nutrisi. Defisit vitamin dan mineral menghambat penyembuhan dan dapat menyebabkan osteomalasia.

Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan perubahan status extremitas bawah sesudah operasi perbaikan.(Med.Sur.,Barbara C. Long)
HYD:
· Pasien mendemonstrasikan tingkat mobilitas optimal dengan alat adaptive dengan pembatasan aktivitas yang dianjurkan pada saat pulang dari RS.
· Tak terjadi cedera selama dirawat di RS

Intervensi
Rasional
1. Ajak pasien melaksanakan latihan nafas dalam dan batuk efektif tiap 1-2 jam sampai ambulasi penuh
Jika dilaksanakan dengan tepat dan interval yang benar, latihan pulmonal dapat mencegah atelektasis dan pnemonia.
2. Dorong pasien untuk melaksanakan secara aktif: dorsifleksi, palantar fleksi, setting quadrisep isometrik dan gluteal, dan aktif ROM pada bagian yang tidak sakit 2x/hari sampai awal ambulasi
Latihan meningkatkan venous return, mencegah pembentukan trombus, dan menolong mempertahakan tonus otot
3. Dapatkan dari dokter mengenai batas gerakan dan pembebanan berat yang diperbolehkan, dan perlu diingat pedoman berikut ini:
· Fleksi hip biasanya dibatasi max. 90° selama 2-3 bulan
· Adduksi melebihi midline dilarang selama 2-3 bulan.
· Rotasi internal dan external secara ekstrem dilarang selama 2-3 bulan
· Partial weight bearing pada bagian yang sakit dengan bantuan walker atau kruk biasanya diobservasi selama 2-3 bulan
Restriksi dalam pengaturan posisi dirancang untuk mencegah dislokasi protesa atau kepala sendi pada hip
4. Alih posisi pasien dari punggung ke sisi tubuh yang tidak sakit tiap 2jam atau p.r.n.
Alih/pengaturan posisi dapat meningkatkan sirkulasi, usaha bernafas, dan aktivitas otot.
5. Ketika alih posisi, tahan kaki yang dioperasi dalam posisi abduksi, gunakan bantal untuk mempertahankan posisi abduksi 30° jika alih posisi sudah dilakukan.
Mencegah adduksi tungkai bawah
6. Bantu pasien berjalan mempergunakan alat ambulasi yang tepat. Mulai ambulasi pada hari pertama atau kedua post operasi dan tingkatkan frekuensi ambulasi maupun jarak yang dapat ditoleransi pasien.
Aktivitas post operasi yang awal, termasuk jalan, dapat mempercepat recovery (pemulihan) dan mencegah komplikasi post operatif.
7. Mulai duduk ketika pasien menunjukkan pengendalian yang cukup pada bagian yang sakit untuk duduk dalam batas fleksi yang danjurkan
Dipersiapkan untuk pulang dan meyakinkan pasien dapat duduk dalam batas fleksi anjuran
8. Naikkan permukaan tempat duduk dengan bantal untuk mempertahankan sudut hip dalam batas anjuran.
Membatasi fleksi tak lebih dari 90°

Potensial infeksi sehubungan dengan gangguan integritas kulit (Med.Sur.Nsg., Donna, Marylin)
HYD:
Pasien tidak akan mengalami infeksi luka operasi.
· Tak ada tanda dan gejala infeksi luka
· Mengalami penyembuhan tanpa komplikasi
Intervensi
Rasional
1. Inspeksi balutan operasi atas pengeluaran cairan, catat jenis dan banyaknya
Cairan purulen menunjukkan adanya infeksi luka
2. Monitor dan ukur cairan drainase, misalnya hemovac (jaga suction tetap bertekanan untuk mencegah pembentukan hematoma)
Drain mengeluarkan exudat yang bisa menjadi medium bagi pertumbuhan kuman.
3. Setelah melepas pembalut, inspeksi insisi terhadap adanya kemerahan, pembengkakan, dan hangat.
Tanda inflamasi dapat menunjukkan adanya proses infeksi
4. Ganti balutan dengan tehnik aseptik.
Keadaan steril mengurangi peluang infeksi.
5. Monitor TTV tiap 4 jam
Kenaikan suhu dan nadi menunjukkan adanya infeksi.

Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang informasi tentang prosedur operasi(Med.Sur.,Barbara C. Long)
HYD:
· Pasien dapat menjelaskan isi penyuluhan oleh perawat tentang persiapan operasi, operasi dan perawatan post operasi
· Pasien menyatakan berkurangnya rasa cemas yang berhubungan dengan miskonsepsi tentang pembedahan dan masa pemulihan

Intervensi
Rasional
1. Kaji kebutuhan instruksi dan berikan sesuai kebutuhan.
2. Sediakan informasi tertulis mengenai pembedahan jika institusi menyediakan
3. Bahas instruksi pre operatif dengan pasien dan keluarganya sebelum pembedahan
4. Evaluasi pemahaman pasien mengenai informasi yang sudah diberikan
Pemahaman prosedur pembedahan dan perawatan post operatif dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan keinginan untuk sembuh dan pulih bagi pasien sesudah tindakan pembedahan.


Potensial gangguan perawatan di rumah sehubungan dengan situasi ketergantungan (Med.Sur.,Barbara C. Long)
HYD: Pasien dan keluarganya menyatakan puas dengan rencana yang diatur untuk mempermudah perawatan di rumah.
Intervensi
Rasional
1. Diskusikan dengan pesien dan keluarganya mengenai rencana mereka untuk perawatan di rumah
2. Tentukan bersama pasien apa yang harus dilakukan untuk diri sendiri untuk pulang ke rumah.
3. Tentukan dengan pasien jenis peralatan dan pelayanan yang diperlukan yang dibutuhkan untuk di rumah(mis. kruk, walker, peninggian toilet, fisioterapi, dan lai-lain)
4. Kaji perkembangan pasien secara reguler untuk memastikan apakah kemampuan fungsionalnya sesuai untuk pelaksanaan renca di atas.
5. Libatkan bagian lain yang sesuai (mis. bagian sosial medik) untuk mendapatkan bantuan jika pasien pada awalnya belum mampu melaksanakan rencana yang sudah ditentukan untuk di rumah.
Rencana pulang yang adekuat dapat memberikan hasil optimal untuk mencapai pelaksanaan rehabilitasi di rumah dan mendapat bantuan sesuai dengan yang di butuhkan.

Kurang pengetahuan sehubungan dengan perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan di rumah (NCP, Nancy H.)
HYD:
Pada saat pulang pasien akan:
· Menyatakan dan mendemonstrasikan pemahaman tentang pengaturan posisi, pembatasan gerak, atau perawatan luka
· Menyatakan pemahamannya tentang jenis diet dan pengobatan yang harus dijalani
· Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala komplikasi
· Mendapat keperluan untuk referal dan follow-up.

Intervensi
Rasional
1. Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang : pengaturan posisi, pembatasan aktivitas, cara pemakaian kruk/walker, diet, komplikasi, dan medikasi/pengobatan. Perhatikan rekomendasi dokter dan laksanakan penyuluhan sepanjang masa perawatan di rumah sakit
Rekomendasi perawatan di rumah bervariasi tergantung keadaan fraktur dan pembedahan, umur dan kondisi pasien, dan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya. Pasien biasanya lebih responsif terhadap instruksi yang berulang dan berkelanjutan selama dirawat di rumah sakit dari pada memberikan sejumlah besar informasi dalam waktu yang sama.
2. Kaji sumber-sumber untuk perawatan di rumah, dan buat rujukan-rujukan yang sesuai.
Tergantung kepada faktor-faktor yang disebutkan di atas dan sistem pendukung dalam keluarga. Kadang pasien memerlukan bantuan medis dan perawatan, atau follow-up lainnya untuk memastikan pemulihan tanpa komplikasi






Referensi
Joan Luckman, R.N., M.A., Karen C. Sorensen, R.N., M.N., Medical-Surgical Nursing: A psychohysiological Approach, Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1987
Wilma J. Phipps, PH.D., R.N., F.A.A.N., Barbara C. Long M.S.N., R.N., Medical-Surgical Nursing: Concept and Clinical Practice, fourth edition, Missouri: Mosby-Year Book, Inc, 1991
Donna D. Ignatavicius, Marylin V.B., Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach, Pensylvania: WB Saunders Company, 1991.
Nancy M. Holloway, RN, MSN, CCRN, CEN., Medical Surgical Care Plan. Pennsylvania: Springhouse Corporation, 1988
John Gibson, MD, Anatomi dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Edisi ke 2, Jakarta, 1995
Marilynn E. Doenges, Mary F. Mooerhouse, Nursing Care Plan. Edition 3, Philadhelphia: F.A.Davis Company, 1993

Tidak ada komentar: