Minggu, 18 Mei 2008

FRAKTUR

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A. Konsep Dasar Medik
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kesinambungan/ kontinuitas tulang yang terjadi karena adanya tekanan pada tulang yang lebih besar daripada kekuatan tulang untuk menahan tekanan tersebut. ( Lukman and Surensen’s, Medical Surgical Nursing )
Fraktur radius : fraktur yang terjadi pada tulang radius.
Fraktur ulna : fraktur yang terjadi pada tulang ulna.
2. Anatomi Fisiologi
Diafisis/korpus merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk silindris. Bagian ini terdiri dari korteks tulang yang mempunyai kekuatan yang besar sekali. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar dekat ujung tulang. Daerah ini sebagian besar terdiri dari trabekula tulang/tulang spongiosa dan mengandung sumsum tulang. Sumsum ini terdapat juga di bagian epifisis dan diafisis tulang. Bagian ini juga menyangga sendi dan merupakan tempat perlekatan tendon dan ligamen yang cocok. Lempeng epifisis merupakan daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada pematangan tulang. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berfloriferasi, yang berperanan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Lokasi dan potensi pembuluh-pembuluh inilah yang menentukan juga berhasil tidaknya proses penyembuhan tulang sesudah fraktur.
Fungsi tulang :
a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh
c. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak)
d. Merupakan untuk menyimpan mineral ( calsium )
e. Tempat pembuatan sel darah merah


3. Etiologi
Penyebab paling umum fraktur biasanya disebabkan oleh :
a. Benturan/trauma langsung pada tulang, antara lain kecelakaan lalu lintas, jatuh.
b. Kelemahan /kerapuhan struktur tulang akibat gangguan/penyakit primer seperti osteoporosis/kanker tulang bermetastase.
4. Patofisiologi
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluh darah pada korteks, sumsum, dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan/kerusakan. Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak ( otot ) yang ada di sekitarnya. Hematoma terbentuk pada kanal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat ( intensif ) yang dicirikan oleh vasodilatasi, eksudasi plasma dan lekosit, infiltrasi oleh sel darah putih lainnya. Tahap awal ini membangun/membentuk dasar penyembuhan tulang.
5. Tanda dan Gejala
a. Nyeri hebat pada daerah fraktur. Nyeri bertambah hebat jika ditekan/diraba.
b. Tidak mampu menggerakkan lengan.
c. Spasmus otot.
d. Adanya rotasi pada lengan tersebut.
e. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.
f. Ada/tidak ada kulit yang terluka/terbuka di daerah fraktur
g. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh fragmen tulang.
h. Krepitasi jika digerakkan.
i. Perdarahan.
j. Hematoma.
k. Shock.
l. Keterbatasan mobilisasi.
6. Klasifikasi.
a. Menurut bentuk patah tulang.
· Fraktura complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen.
· Fraktura incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan.
· Simple atau cosed fraktura, tulang patah, kulit utuh.
· Fraktura complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat.
· Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
· Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah.
· Commuited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen.
· Impacted ( telescoped ) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang lain.
b. Menurut garis patah tulang.
· Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang ( sering terjadi pada anak dengan tulang yang lembek ).
· Transverse, patah menyilang.
· Oblique, garis patah miring.
· Spiral, patah tulang melingkari tulang.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
b. Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan operasi, antara lain :
· Darah lengkap
· Golongan darah
· Masa pembekuan dan perdarahan
· Pemeriksaan rontgen dada
· EKG
Therapi
Jenis tindakan untuk fraktur antara lain :
a. Pemakaian traksi untuk mencapai alignment dengan memberi beban seminimal mungkin pada daerah distal.
b. Manipulasi dengan closed reduction and external fixation ( Reduksi tertutup + fiksasi eksternal ), digunakan gips sebagai fiksasi eksternal, dilakukan jika kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk menjalani pembedahan.
c. Prosedur operasi dengan open reduksi dan internal fixation ( ORIF ) . Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk mempertahankan posisi tulang ( misalnya : sekrup, plat, kawat, paku ). Alat ini bisa dipasang di sisi manapun di dalam tulang.
Jika keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan maka kadang dilakukan juga debridement untuk memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.
Komplikasi.
a. Shock dan perdarahan.
b. Infeksi.
c. Komplikasi immobilisasi, terutama pada usia lanjut, antara lain : pneumonia, thromboplebitis, emboli.
d. Osteomylitis, terjadi beberapa bulan/beberapa tahun sesudah fraktur ( biasanya fraktur terbuka ).

Tahap-tahap pertumbuhan tulang pada penyembuhan fraktur tulang adalah :
a. Hematoma formation ( pembentukan hematom ).
Karena pembuluh darah cidera, maka terjadi perdarahan pada daerah fraktur. Darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang patah.
b. Fibrin Meskwork ( pembentukan fibrin ).
Hematoma menjadi terorganisir karena fibroblast masuk lokasi cidera, membentuk fibrin meskwork ( gumpalan fibrin ). Berdinding sel darah putih pada lokasi, melokalisir radang.
c. Inflasi oeteoblast
osteoblast masuk kedaerah fibrosis untuk mempertahankan penyambungan tulang. Pembuluh darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk pembentukan kolagen ( collgen ). Untaian kolagen terus disatukan dengan kalsium.
e. Callus formation ( pembentukan callus ).
· Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang.
· Osteoblast merusakkan tulang mati dan mebantu mensintesa tulang baru.
· Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
d. Remodeling
Pada tahap terakhir ini calls yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis cidera.
Faktor-faktor yang dapat menghambat pertumbuhan callus :
a. Union atau penyambungan tulang lambat, yang terjadi bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan, disebabkan oleh :
· Callus putus atau remuk karena aktivitas berlebihan.
· Edema pada lokasi fraktur, menghambat penyaluran nutrisi ke lokasi fraktur.
· Immonbilisasi yang tidak efisien
· Ifeksi pada lokasi fraktur.
· Kondisi gizi yang buruk.
b. Non union, bila penyembuhan luka tidak terjadi dalam waktu yang lama, disebabkan oleh:
· Terlalu banyak tulang yang rusak pada cidera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen.
· Terjadi nekrose tulang karena tidak ada aliran darah.
· Anemi, ketidak seimbangan endokrin atau penyebab sistemik yang lain.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN.
1. Pengkajian.
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan.
· Kebiasaan beraktifitas tanpa pengamanan memadai.
· Adanya kegiatan yang beresiko cidera.
· Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh
b. Pola Nutrisi Metabolik
· Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
c. Pola Tidur dan Istirahat.
· Pola tidur berubah/terganggu karena nyeri.
d. Pola Aktivitas dan Latihan.
· Ada riwayat jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas/kecelakaan lain.
· Tidak kuat menahan beban.
· Ada Perubahan bentuk/pemendekan pada bagian yang fraktur.
e. Pola Persepsi Kognitif.
· Biasanya mengeluh nyeri pada daerah fraktur.
· Mengeluh kesemutan/baal pada lokasi fraktur.
· Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
f. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri.
· Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan cedera.
· Rasa kuatir akan dirinya : tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.
g. Pola Hubungan Peran.
· Merasa tidak tertolong.
· Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi kebutuhan keluarga.
h. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress.
· Ekspresi wajah sedih.
· Merasa terasing di rumah sakit.
· Kaji kecemasan pasien.
2. Diagnosa Keperawatan.
Pre operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder terhadap fraktur.
b. Ketidakmampuan beraktifitas berhubungan dengan fraktur dan cidera jaringan sekitarnya.
c. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka, kerusakan jaringa lunak.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.

Post Operasi.
a. Nyeri berhubungan dengan luka oiperasi.
b. Resiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi berhubungan dengan immobilisasi.
c. Ketidak mampuan beraktifitas berhubungan dengan pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
d. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan luka post operasi
e. Kurang pengetahuan pasien tentang perubahan tingkat aktifitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat dirumah.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan peran, perubahan bentuk fisik atau tubuh.

3. Perencanaan.
Pre operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder terhadap fraktur
Hasil yang diharapkan :
n Nyeri berkurang atau terkontrol.
n Pasien mengatakan nyeri berkurang
n Ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital ( TD, S, N, P ).
Rasional :
Peningkatan tanda-tanda vital menunjukan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan nyeri pasien : lokasi, intensitas, karakteristik.
Rasional :
Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan pasien.
3. Beri posisi yang nyaman sesuai anatomi tubuh manusia
Rasional :
Posisi sesuai anatomi tubuh membantu rileksasi sehingga mengurangi rangsang nyeri.
4. Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
Rasional :
Napas dalam mengendorkan ketegangan syaraf sehingga membantu mengurangi rangsang nyeri.
5. Beri therapi analgesik sesuai program medik.
Rasional :
Analgesik menghambat pembentukan prostaglandin pada otak dan jaringan perifer.
b. Ketidak mampuan beraktifitas berhubungan dengan fraktur dan cidera jaringan sekitar.
Hasil yang diharapkan :
n Kebutuhan hygiene, nutrisi dan eliminasi terpenuhi.
n Pasien dapat melakukan aktifitas secara bertahap sesuai kemampuan pasien dan sesuai program medik.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan beraktivitas pasien.
Rasional :
Menentukan intervensi yang tepat sesuai deangan kebutuhan pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital ( TD, S, N, P ).
Rasional :
Sebagai data dasar dalam melakukan tindakan keperawatan.
3. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri.
Rasional :
Kerja sama antara perawat dan pasien mengefektifkan tercapainya hasil dari tindakan keperawatan.
4. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
Rasional :
Pasien dapat memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri dengan cepat.
5. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan pasien.

c. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka, kerusakan jaringan lunak.
Hasil yang di harapkan :
n Infeksi tidak terjadi
n Tidak ada kemerahan, pus, peradangan.
n Leukosit dalam batas normal.
n Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
1. Obsevasi tanda-tanda vital ( S, TD, N, P ).
Rasional :
Peningkatan tanda-tanda vital menunjukan adanya infeksi.
2. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Rasional :
Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri.
3. Tutup daerah luka dengan kasa steril.
Rasional :
Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam luka.
4. Rawat luka fraktur dengan tehnik aseptik.
Rasional :
Mencegah dan menghambat perkembangbiakan bakteri
5. Beri therapi antibiotik sesuai program medis.
Rasional :
Antibiotik menghambat hidup dan berkembangbiaknya bakteri.

Post operasi.
a. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang diharapkan :
n Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
n ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital ( TD, S, N, P ).
Rasional :
Peningkatan tanda-tanda vital menunjukan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
Rasional :
Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan pasien.
3. Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
Rasional :
Napas dalam dapat mengendorkan ketegangan sehingga dapat mengurangi rangsang nyeri.
4. Beri posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatomi.
Rasional :
Posisi anatomi memberi rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi darah.
5. Beri therapi analgesik sesuai program medik.
Rasional :
Analgesik menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.


b. Ketidakmampuan beraktifitas berhubungan dengan pemasangan traksi, gips atau fiksasi.
Hasil yang diharapkan :
n Kebutuhan hygiene, nutrisi, dan eliminasi terpenuhi.
n Pasien dapat melakukan aktifitas secara bertahap sesuai kemampuan pasien dan sesuai program medik.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital ( TD, S, N, P ).
Rasional :
Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.
2. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas secara mandiri.
Rasional :
Menentukan tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien.
3. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan hygiene, nutrisi, eliminasi yang tidak dapat dilakukan sendiri.
Rasional :
Kerjasama antara perawat dan pasien yang baik mengefektifkan pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
4. Dekatkan lat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
Rasioanal :
Pasien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri.
5. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan pasien.
Rasional :
Kerjasama antara perawat dan keluarga pasien akan membentu dalam mencapai hasil yang diharapkan.
6. Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai kemampuan pasien dan sesuai program medik.
Rasional :
Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses penyembuhan.

c. Resiko tinggi terjadi komplikasi post operasi berhubungan dengan immobilisasi.
Hasil yang diharapkan :
n Komplikasi setelah operasi tidak terjadi.
Intervensi :
1. Kaji keluhan pasien.
Rasional :
Mengetahui masalah pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital ( TD, N ).
Rasional :
Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda awal dari komplikasi.
3. Anjurkan dan ajarkan latihan akatif dan pasif.
Rasional :
Meningkatkan pergerakan sehingga dapat melancarkan aliran darah.
4. Kolaborasi dengan dokter.
Rasional :
Mengetahui dan mendapatkan penanganan dengan tepat.

d. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan luka post opersai.
Hasil yang diharapkan :
n Infeksi post operasi tidak terjadi.
n Pasien tidak mengalami infeksi tulang.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital ( TD, N, S, P).
Rasional :
Peningkatan tanda-tanda vital menunjukan adanya infeksi.
2. Rawat luka operasi dengan tehnik anti septik
Rasional :
Mencegah dan menghambat berkembangbiaknya bakteri.
3. Tutup daerah luka dengan kasa steril.
Rasional :
Kasa steril menghambat masuknya kuman kedalam luka.
4. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri.
5. Beri therapi antibiotik sesuai dengan program medik.
Rasional :
Antibiotik menghambat hidup dan berkembangbiaknya bakteri.
e. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan di rumah b.d kurang informasi
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat di rumah.
Intervensi:
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan perawatan di rumah
Rasional :
untuk mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan di rumah.
2. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif secara teratur
Rasional :
Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan dapat mencegah terjadinya kontraktur pada tulang
3. Berikan kesempatan pada pasien untuk dapat bertanya
Rasional :
Hal kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali
4. Anjurkan pasien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu
Rasional :
Mencegah kedaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur
5. Anjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur
Rasional :
Mencegah stress tulang

4. Discharge planning:
a. Anjurkan pasien untuk meneruskan latihan aktif dan pasif yang telah diperoleh selama pasien dirawat di Rumah Sakit
b. Anjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur, bila memang terpaksa lebih baik dengan menggeser saja.
c. Anjurkan pasien untuk mentaati terapi pengobatan dan kontrol tepat waktu.
d. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi TKTP, tinggi kalsium, tinggi vitamin untuk proses penyembuhan tulang.






BAB III
PENGAMATAN KASUS

Nama pasien Tn. S. berusia 28 tahun, beragama Islam, keturunan suku betawi, dirawat di ruang Lukas unit bedah RS Sint. Carolus pada tanggal 4 Agustus 2.000, dengan diagnosa medik Comser + post ORIF plate screw atas indikasi fraktur radius ulna kanan. Pasien sudah dioperasi, pasien sudah berkeluarga dan mempunyai satu orang anak wanita, pasien bekerja sebagai sales, untuk aktifitasnya menggunakan motor.
Pasien tampak sakit sedang, tidak terdapat alat-alat medik pada dirinya seperti infus dan oksigen, terdapat balutan pada daerah luka operasi di lengan kanan dan di daerah dahi, daerah balutan cukup bersih. Pasien dapat memenuhi kebutuhanya sendiri tanpa harus dibantu oleh perawat atau orang lain, seperti kebutuhan akan kebersihan dirinya, makan, minum dan eliminasi. Pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi dan kaki daerah lutut kiri dengan intensitas 2, rasa sakit menetap tetapi tidak begitu dirasakan, pasien juga mempunyai perasaan tidak enak dengan keluarganya karena keadaannya, serta tidak mengerti tentang aktivitas yang boleh dilakukan sepulang dari rumah sakit.
Dari hasil CT scan tidak tampak lesi di parenkim otak, tidak ada masa effect, sistem ventrikel normal , simetris dan letak di tengah. Batang otak dan otak kecil baik, tak tampak fraktur pada tulang cranium,. Hasil Rontgen setelah operasi fraktur pada pasien radius dan ulna kanan bagian distal, terpasang plate dan screw dengan kedudukan baik.
Dari hasil laboratorium tanggal 4 Agustus 2000 didapat Hb 11,6 g/dl, Ht : 35%, leuko : 16.400, kalium 3.1 mmol/L. Dari hasil observasi didapat TD : 120/80 mmHg , nadi : 80 X/mnt, Pernapasan :18 x/mnt, suhu 36,2 C. Pasien juga mendapat therapi obat-obatan berupa mefinal 3 x 500mg , Nonflamin 3X1 , Becom-z 1x1 dan mendapat cefotaxime 2X1gr.
Dengan melihat hasil pengkajian post operasi, hasil rontgen, hasil laboratorium dan hasil observasi, maka penulis mengangkat 3 (tiga) masalah keperawatan pada pasien ini antara lain : Nyeri b.d luka , gangguan harga diri b.d merasa menjadi beban keluarga dan kurang pengetahuan tentang aktivitas yang boleh dilakukan b.d kurang informasi . untuk kajian secara lengkap pada pasien ini dapat dilihat pada pengkajian sampai dengan evaluasi.



















BAB V
KESIMPULAN

Setelah penulis mengadakan pengawasan langsung pada pasien dengan fraktur radius ulna di unit Lukas serta mempelajari sumber-sumber di perpustakaan dapat disimpulkan bahwa fraktur radius ulna adalah terputgusnya kesinambungan/kontinuitas tulang yang terjadi karena adanya tekanan pada tulang lebih besar daripada kekuatan tulang untuk menahan tekanan tersebut, lokasi fraktur tersebut terjadi pada tulang radius dan ulna. Secara umum fraktur dapat disebabkan oleh karena kelemahan atau kerapuhan dari struktur tulang. Komplikasi yang dapat terjadi adalah shock, perdarahan, infeksi, komplikasi immobilisasi ,terutama pada usia lanjut seperti pneumoni, thromboplebitis, emboli, selain itu dapat juga terjadi osteomyelitis. Sehiungga kita diharapkan mengetahui cara perawatan serta usaha untuk meningkatkan kesembuhan pasien.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pasien yang akan pulang dari RS agar mereka dapat menjaga supaya keadaannya tidak bertambah parah ( terjadi infeksi dan penyembuhan fraktur lama ). Dalam hal ini peran kita sebagai perawat professional sangat diperlukan dalam memberikan penyuluhan yaitu dengan menganjurkan pasien untuk untuk mengistirahatkan bagian yang fraktur, menghindari mengangkat benda berat dan bila terpaksa lebih baik dengan metode/cara menggeser daripada mengangkat.










BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Setelah memperhatikan beberapa literatur dan pengematan kasus di bangsal mengenai fraktur radius ulna, penulis mencoba memberikan pembahasan dan mengemukakan perbandingan antara teori dan pengematan, bahwa pada kasus fraktur radius ulna pada TN. S. disebabkan oleh trauma langsung pada tulang radius ulna. Karakteristik munculnya tanda dan gejala sesuai dengan yang ada pada konsep keperawatan.
Dari semua diagnosa yang ada pada pasien semuanya ada pada diagnosa yang berada pada teori, dan dari masalah yang ada pada teori tidak semuanya berada pada pasien, diantaranya adalah :
1. Ketidakmampuan beraktifitas berhubungan dengan pemasangan fiksasi dari dalam berupa plate screw, masalah ini tidak kami angkat karena walaupun pasien menggunakan fiksasi berupa plate screw, pasien dapat melakukan aktifitas seperti berjalan, mandi, makan, minum, dan berpakaian tanpa bantuan orang lain atau perawat.
2. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan luka operasi, masalah ini juga tidak kami angkat, hal ini disebabkan karena pada pasien kami dari sejak terjadinya fraktur sampai dengan pengkajian tidak ada tanda-tanda yang menjurus kearah terjadinya infeksi, luka balutan setelah operasi cukup bersih, tidak ada darah yang merembes dan suhu badan pasien tidak panas.
3. Resiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi berhubungan dengan immobilisasi. Masalah ini juga tidak kami angkat, hal ini dikarenakan pada pasien kami dapat berjalan jadi tidak bedrest di tempat tidur, selain itu pasien juga cukup kooperatif dengan selalu menggerakkan atau menggenggam jari-jarinya sehingga peredaran darah khususnya pada daerah yang fraktur atau yang mendapat balutan dapat mengalir dengan lancar.
Pada pasien ini selain diagnosa fraktur pada radius ulna juga terdapat diagnosa comser. Hal ini juga disebabkan karena bagian kepalanya terbentur akibat terjatuh dari motor, yang juga sempat tidak sadar, muntah tidak ada. Dan dari hasil CT scan tidak menunjukkan adanya kelainan, tidak ada fraktur pada tulang cranium. Pada saat pengkajian pasien sudah tidak merasa pusing dan tidak ada keluhan pada kepalanya. Oleh karena itu masalah pada pasien ini yang berhubungan dengan diagnosa comser tidak kami angkat karena tidak ada keluhan pada pasien ini yang menjurus pada comser.
Perencanaan yang disusun dapat disesuaikan dengan tingkat perubahan yang terjadi. Penekanan diberikan pada bantuan untuk mengurangi rasa nyeri, meningkatkan rasa harga diri pasien, dan meningkatkan pengetahuan pasien dalam hal melakukan aktivitas yang boleh dilakukan setelah pulang dari RS.
Hal ini dapat diperhatikan melalui pendekatan, pendidikan dan penyuluhan yang dapat diterapkan langsung kepada pasien. Penyuluhan yang dapat diberikan kepada pasien yaitu dengan menganjurkan untuk mengistirahatkan bagian yang fraktur guna mencegah bertambahnya bagian yang menderita ± 12 minggu, menganjurkan untuk menghindari mengangkat benda yang berat, bila terpaksa lebih baik digeser daripada diangkat.
Setelah mengadakan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, serta mengimplementasikan dari rencana keperawatan, bahwa pada saat evaluasi tidak semua rencana dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu. Dengan demikian tidak semua masalah keperawatan yang ada pada pasien dapat teratasi sampai selesai.





















DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Sudarth. Medical Surgica Nursing. Sixth Edition. Sydney: J.B Lippincot
Company, 1988.
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan, cetakan I. Edisi 6. EGC, Jakarta
1998
Donna, ignatavicus, Marilyn Warner Bayne. Medical Surgical Nursing. A Nursing
Proses Approach. W B Saunders Company : Philadelphia,1991.
Joan Lucman, R. N. M. A., Karen C. Sorensen. R. N. M. N. Medical Surgical Nur-
sing: A Psychohysiological Approach, Philadelpia, W. B. Saunders Company,
1987
John Gibson, MD, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, alih bahasa : Ni Luh
Gede Yasmin Asih, SKp, edisi kedua, cetaakan I, EGC : Jakarta, 1995.
Long, C. Barbara. Perawatan Medical Bedah. Suatu pendekatan keperawatan 2. Ce-
takan I. Jilid I. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
Nancy M. Holloway. Medical Surgical Care Plans. Springhouse Corporation,
Pennsylvania,1997.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi
kedua. Penerbit EGC : Jakarta, 1991.

Tidak ada komentar: