Minggu, 18 Mei 2008

CVA-CVD

BAB I
PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG
Cerebrovascular Accident (CVA) adalah penyakit yang paling umum dijumpai pada sistem persyarafan. Seiring dengan meningkatnya tingkat sosial ekonomi kejadian cerebrovascular accident pun menempatkan diri sebagai salah satu penyebab kematian yang harus diwaspadai. Usaha untuk meminimalkan dampak dari gejala sisa yang ditimbulkannya pun memerlukan perhatian khusus. Selain itu dibutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kerjasama yang baik dan berkesinambungan antara pasien, keluarga dan tenaga kesehatan untuk mengoptimalkan tingkat keberdayaan pasien paska CVA dalam menjalani rehabilitasinya.

B. TUJUAN
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memperoleh pengalaman nyata dalam merawat pasien dengan cerebrovascular accident di ruang perawatan unit Carolus sesuai dengan konsep dasar keperawatan yang telah diperoleh dari perkuliahan serta .

C. METODA PENULISAN
Metoda penulisan yang dipakai dalam penyusunan makalah ini adalah dengan mempelajari literatur-literatur yang tersedia, diskusi-diskusi kelompok, serta perawatan dan pengamatan langsung pada pasien dengan CVA di unit keperawatan Carolus.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Penyusunan dimulai dengan Bab I pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan, metoda penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab II diuraikan teori serta tentang konsep dasar cerebrovascular accident, terapi medik, dan asuhan keperawatannya. Bab III merupakan pengamatan kasus langsung. Bab IV adalah pembahasan kasus CVA dengan membandingkan antara teori dasar dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada kasus nyata. Bab V merupakan kesimpulan dari seluruh materi yang dibahas dari awal penyusunan hingga akhir.
BAB II
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Cerebrovascular accident (CVA) adalah suatu abnormalitas struktural atau fungsional otak yang diakibatkan oleh interupsi suplai darah dari pembuluh yang menuju ke otak.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Pada pembahasan CVA anatomi fisiologi yang dibahas ditekankan kepada struktur dan fungsi saraf pusat (otak, spinal cord, dan bagian-bagiannya).
Otak dibagi menjadi lima bagian utama (S. A. Price, L. A. Wilson. Patofisiologi, Konsep klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, hlm.902) :
1. Telensefalon (endbrain)
Hemisfer serebri:
a. Korteks serebri
b. Rinensefalon : sistem limbik
c. Basal Ganglia
1) Nukleus kaudatus
2) Nukleus lentikularis (putamen, globus palidus)
3) Klaustrum
4) Amigdala
2. Diensefalon (interbrain)
a. Epitalamus
b. Talamus
c. Subtalamus
e. Hipotalamus
3. Mesensefalon (midbrain)
a. Korpora kuadrigemina
1) Kolikulus superior
2) Kolikulus inferior
b. Tegmentum
1) Nukleus ruber
2) Substantia nigra
c. Pedinkulus serebri
4. Metensefalon (afterbrain)
a. Pons
b. Serebelum
5. Mielensefalon (narrowbrain)
Medula oblongata
*) Otak depan = telensefalon + diensefalon
Otak belakang = metensefalon + mielensefalon
Otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak, tulang belakang, dan oleh tiga jaringan penyambung yaitu pia mater, araknoid, dan dura mater. Masing-masing merupakan lapisan yang terpisah dan kontinyu
Pia mater berhubungan langsung dengan otak dan jaringan spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal otak dan jaringan spinal. Pia mater merupakan jaringan vaskular dimana pembuluh-pembuluh darahnya berjalan menuju struktur dalam susunan saraf pusat (SSP) untuk memberikan nutrisi kepada jaringan saraf.
Araknoid adalah membran fibrosa tipis, halus, dan avaskular. Diantara araknoid dan pia mater terdapat rongga subaraknoid di mana terdapat arteria, vena serebral dan trabekula araknoid, dan cairan serebrospinal yang membasahi SSP.
Dura mater merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan mirip kulit sapi yang melekat pada bagian dalam tulang tengkorak.
SUPLAI DARAH OTAK DAN MEDULA SPINALIS
Suplai darah dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna yang cabang-cabangnya beranostomosis membentuk sirkulus arteriosus serebri Willis. Aliran vena otak tak selalu paralel dengan suplai darah arteria. Pembuluh vena meninggalkan otak melalui melalui sinus dura yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna.
Suplai Darah Dari Arteria Karotis:
· Arteria karotis eksterna bercabang ke arteria meningea media memperdarahi wajah dan salah satu cabangnya ke dura mater.
· Arteria karotis interna bercabang ke arteria serebri media masuk ke rongga sub araknoid dan arteria oftalmika yang memperdarahi mata
· Arteria serebri anterior memberi suplai darah ke struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum, bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Bial arteria serebri anterior mengalami sumbatan pada cabang utamanya maka akan terjadi hemiplegia kontralateral yang lebih berat pada kaki dari pada lengan.
· Arteria serebri media mensuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri. Korteks auditorius, somestetik, motorik, dan pra motorik disuplai oleh arteria ini
Suplai Darah Dari Arteria Vertebrobasilaris
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteria vertebralis masuk rongga tengkorak melalui foramen magnum. Keduanya bersatu membentuk arteria basilaris. Setelah naik ke atas lalu mensuplai darah pada medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitallis dan temporalis, aparatus koklearis, dan vestibular.
Arteria-Arteria Konduksi Penembus
Pada umumnya arteria-arteria serebri mempunyai fungsi konduksi atau penembus. Arteria konduksi (a. karotis interna, serebri interior, media dan posterior; arteria vertebro-basilaris; dan cabang-cabang utama di arteri ini) membentuk suatu jalinan pembuluh yang luas yang meliputi permukaan otak
FUNGSI-FUNGSI
1. Korteks Serebri
· Korteks motorik primer: Mengontrol gerakan volunter otot rangka pada sisi kolateral, terdapat gambaran proyeksi motorik dari berbagai bagian tubuh (homunculus motorik). Lesi pada daerah ini dapat menyebabkan gangguan respon motorik kontralateral
· Korteks sensorik primer: Penerima sensasi umum, menerima impuls sensori dari kulit, otot sendi, tendo di sisi kolateral. Terdapat homunkulus sensorik yang merupakan proyeksi sensorik kolateral. Lesi pada bagian ini menyebabkan gangguan sensasi kolateral.
· Korteks visual primer: Lesi pada bagian ini menyebabkan gangguan lapangan pandang dan halusinasi visual.
· Korteks auditorik primer: Lesi pada bagian ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
· Area penciuman/penghidu: Sebagai sensor penciuman. Lesi pada bagian ini menyebabkan ketidak mampuan menghidu (anosmia) dan halusinasi olfaktoris.
· Area Asosiasi: Sebagai kontrol aktivitas mental tinggi misalnya berbicara dan menulis. Kerusakan pada bagian ini akan menimbulkan ganggguan sesuai dengan tempat kerusakan.
2. Basal Ganglia
· Mengkordinasi gerakan agar menjadi lembut, luwes, indah, mantap, tepat, lambat.
· Bekerja sebelum gerakan dimulai dengan mengatur dan merencanakan sebagai konversi dari pikiran sehingga menjadi gerakan yang disalurkan melalui talamus ke korteks.
· Lesi pada daerah ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik hipo/hiper kinetik dalam bentuk diskinesia, tardive diskinesia, akathisia.
3. Rinensefalon
· Mengendalikan perilaku makan. Bersama dengan talamus mengendalikan perilaku seksual, emosi, dan motivasi
· Efek otonomi, pengendalian tekanan darah dan pernafasan. Mengatur gerakan menelan, menjilat dan lai-lain
4. Talamus
· Terminal akhir pengiriman impuls sensorik untuk kemudian dipahami, pengaturan suasana perasaan, dan pusat awas waspada
· Kenaikan aktivitas impuls ke talamus menyebabkan tidak mengantuk, apabila aktivitas impuls menurun maka rasa mengantuk segera timbul, bahkan jika terjadi total blok impuls dapat jatuh ke keadaan koma.
5. Hipotalamus
· Kordinasi dan integrasi susunan saraf otonom seperti irama jantung, vasomotor, termoregulator, peristaltik usus dan lambung
· Memproduksi releasing hormon
· Pengaturan lapar dan haus, kontraksi kandung kemih, dan tekanan darah
6. Otak Tengah
Pusat refleks penting untuk visual dan auditorik, keseimbangan dan gerakan mata, saraf kranial III dan IV
7. Pons
Tempat saraf kranial nomor VI, VII, II, vestibularis, dan koklearis. Lesi di bagian ini dapat menimbulkan hemiplegia
8. Medula oblongata
Pusat pengaturan gerak, pengukuran jarak, arah gerak, sikap tubuh, pengendalian gerak

TABEL RINGKASAN FUNGSI-FUNGSI SARAF KRANIAL

Saraf Kranial
Komponen
Fungsi
I
Olfaktorius
Sensorik
Penciuman / penghiduan
II
Optikus
Sensorik
Penglihatan
III
Okulomotorius
Motorik
Mengangkat kelopak mata
Konstriksi pupil
Sebagian besar gerakan ekstraokular
IV
Troklearis
Motorik
Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
VI
Abdusens
Motorik
Deviasi mata ke lateral
V
Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter; gerakan rahang ke lateral


Sensorik
Kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala; mukosa mata; mukosa hidung dan rongga mulut, lidah dan gigi
Refleks kornea atau refleks mengedip; komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V, respon motorik melalui saraf kranial VII
VII
Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi, sekeliling mata serta mulut
Lakrimasi dan salivasi


Sensorik
Pengecapan duapertiga depan lidah (manis, asam, asin)
VIII
Vestibulo-koklearis

- Vestibularis
Sensorik
Keseimbangan

- Koklearis
Sensorik
Pendengaran
IX
Glosofaringeus
Motorik
Faring: menelan, refleks muntah
Parotis; salivasi


Sensorik
Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit
X
Vagus
Motorik
Faring, laring: menelan, refleks muntah, fonasi; visera abdomen


Sensorik
Faring, laring: refleks muntah; visera leher, toraks, dan abdomen
XI
Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius; pergerakan kepala dan bahu
XII
Hipoglosus
Motorik
Pergerakan lidah
C. ETIOLOGI
1. Trombus
a. Atherosclerosis arteri intra/extra kranial
b. Penonjolan oleh perdarahan intra serebral
c. Arteritis karena penyakit kolagen/bakteri
d. Hiperkoagulasi (misalnya Polisitemia)
2. Emboli
a. Kerusakan katup o.k. penyakit jantung rematik
b. Infark miokard
c. Fibrilasi atrial
d. Endokarditis bakterial/non bakterial yang menyebabkan terbentuknya gumpalan di endokardium
3. Perdarahan
a. Perdarahan intraserebral o.k. hipertensi
b. Perdarahan subaraknoid
c. Ruptur aneurisma
d. Malformasi arterio-vena
e. Hipokoagulasi (diskrasia darah)
4. Hipoksia general
Hipotensi berat, henti jantung paru, depresi berat output jantung akibat disritmia
5. Hipoksia terlokalisir
a. Spasmus arteri serebral berhubungan dengan perdarahan subaraknoid.
b. Vasokonstriksi arteri serebral berhubungan dengan sakit kepala migrain





D. PATOFISIOLOGI
Otak sangat bergantung kepada oksigen dan tidak memiliki persediaan oksigen. Dengan demikian, jika terjadi hipoksia, metabolisme serebral segera berubah, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 - 10 menit. Kondisi apapun yang merubah perfusi serebral akan menyebabkan hipoksia atau anoksia. Pada awalnya hipoksia menyebabkan iskemia. Iskemia jangka pendek (kurang dari 5 - 10 menit) menyebabkan defisit temporer. Iskemia jangka panjang menyebabkan kematian sel permanen dan terjadi infark serebral. Edema serebral yang menyertai dapat memperburuk defisit neurologik yang tampak pada pasien.Bagian defisit permanent dapat tidak diketahui jika pasien didapati mengalami disfungsi serebral menyeluruh (koma). Disfungsi menyeluruh dapat merupakan akibat dari iskemia menyeluruh yang berdampak pada daerah otak yang lebih luas daripada area infark dan edema serebral itu sendiri.
E. TANDA DAN GEJALA
- Perubahan tonus otot (flasid/spastik); paralisis (hemiplegia); kelemahan umum.
- Gangguan penglihatan; gangguan sensoris kulit, kesemutan
- Perubahan tingkat kesadaran.( apatis s.d. koma)
- Hipertensi; disritmia; perubahan EKG;
- Perubahan pola berkemih: inkontinen, anuria
- Kesulitan mengunyah dan menelan, cemas, gelisah
- Aphasia, kaku kuduk, perubahan reaksi pupil
- Pusing; mudah lelah; sulit beristirahat; tak ada nafsu makan; mual/muntah; hilang rasa pada lidah, pipi, dan tenggorokan
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Angiografi Serebral: Menolong menentukan penyebab stroke yang lebih spesifik. Misalnya, perdarahan atau obstruksi arteria, menunjukkan tempat oklusi maupun ruptur.
2. Computerized Tomography Brain Scan (CT Scan): Menunjukkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan infark. Catatan: dapat juga tidak segera menunjukkan semua perubahan.
3. Pungsi Lumbal: Tekanan normal, biasanya jelas pada trombosis serebral, emboli, dan TIA (transient ischemic attack). Peningkatan tekanan dan adanya darah pada cairan dapat menunjukkan adanya perdarahan sub arakniod dan intra serebral. Level protein total dapat naik pada kasus-kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
4. MRI (magnetic resonance imaging): Menunjukkan area infark, perdarahan, malformasi arterio-vena
5. Ultrasonografi Doppler: Mengidentifikasi penyakit arterio-vena. Misalnya, Masalah pada sistem carotis (aliran darah / adanya plak atherosklerosis).
6. EEG (electroencephalography): Mengidentifikasi masalah berdasarkan kepada gelombang listrik otak dan dapat menunjukkan area yang spesifik dari lesi.
7. X-rays Tengkorak: Dapat menunjukkan pergeseran kelenjar pineal ke sisi yang lain dari massa yang berekspansi; Kalsifikasi pada carotis interna dapat terlihat pada trombosis serebral; kalsifikasi partial pada dinding pembuluh yang mengalami aneurysma dapat terlihat pada perdarahan sub araknoid.
G. TERAPI / PENGELOLAAN MEDIK
- Pemberian terapi intravena: nutrisi dan cairan
- Sonde Lambung: nutrisi
- Pemberian oksigen
- Antikoagulan: warfarin sodium (Coumadin); heparin, agent anti platelet; dipyridamole (Persantin)
- Anti fibrolitik: aminocaproic acid (Amicar)
- Anti hipertensif
- Vasodilator periferal: cyclandelate (cyclospasmol); papaverin; isoxsuprine (vasodilan)
- Steriod, dexamethason
- Phenitoin(dilantin), phenobarbital
- Stool softener
- Operasi, endartrektomi, microvascular bypass
- Monitor studi laboratorium: prothrombin/PTT time, Dilantin level.
- Muscle relaxant, anti spasmodik.
H. Pengkajian
1. Data Subyektif
Di bawah ini merupakan data subyektif pada pasien dengan cerebrovascular accident:
a. Pemahaman pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya
b. Karakteristik munculnya gejala-gejala
c. Adanya sakit kepala, jenis dan lokasinya
d. Adanya defisit sensoris
e. Kemampuan visual: adanya diplopia, pandangan kabur.
f. Kemampuan untuk berpikir dengan jernih
g. Gejala-gejala lain yang menyertai
2. Data Obyektif
a. Kekuatan motorik: paresis atau plegia yang biasa terjadi
b. Perubahan tingkat kesadaran, termasuk koma
c. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
d. Status pernafasan
e. Kemampuan verbal, adanya aphasia

I. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral sehubungan dengan interupsi aliran darah ke otak:
- gangguan oklusif
- Perdarahan
- vasospasmus serebral
- edema serebral
2. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan keterlibatan neuromuskular:
- kelemahan, parestesia
- paralisis hipotonik/flaccid (awal)
- paralisis spastik
3. Gangguan komunikasi verbal dan / atau tertulis sehubungan dengan:
- gangguan sirkulasi serebral
- gangguan neuromuskular
- kehilangan tonu/kontrol otot wajah/mulut
- kelemahan secara umum / kelelahan
4. Perubahan persepsi sensoris sehubungan dengan:
- berubahnya resepsi sensoris, transmisi, integrasi (trauma atau defisit neurologik)
- stress psikologik (menyempitnya lapangan persepsi karena kecemasan)
5. Ketidak mampuan merawat diri : mandi, membersih-kan diri, bab, bak sehubungan dengan:
- kelemahan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, hilangnya kendali dan kordinasi otot
- kelemahan persepsi/kognitif
- nyeri,ketidaknyamanan
- depresi
6. Resiko gangguan menelan sehubungan dengan kelemahan neuro muskuler
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan/perawatan sehubungan dengan:
- kurang informasi
- keterbatasan kognitif, misinterpretasi informasi, ketidak mampuan mengingat.
- tidak mengetahui sumber informasi.
J. Prioritas dan Perencanaan
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Tingkatkan kecukupan perfusi serebral dan oksigenisasi
2. Cegah dan meminimalkan komplikasi dan ketidak mampuan permanen
3. Bantu pasien untuk meningkatkan kemandirian dalam aktivitas harian
4. Dukung proses koping dan integrasi dari perubahan ke konsep diri.
5. Berikan informasi tentang proses penyakit / prognosa, pengobatan/perawatan dan rehabilitasi yang dibutuhkan.



PERENCANAAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral sehubungan dengan interupsi aliran darah ke otak:
- gangguan oklusif
- Perdarahan
- vasospasmus serebral
- edema serebral
Hasil yang diharapkan:
- Kesadaran, kognitif, dan fungsi motorik / sensorik membaik dan dipertahankan
- Menunjukkan stabilitas tanda-tanda vital dan tidak adanya tanda-tanda kenaikan tekanan intra kranial
Intervensi
Rasional
-Tentukan faktor2 yang berhubungan dengan situasi/penyebab indi vidual untuk koma / penurunan perfusi serebral dan potensi-al peningkatan T.I.K.
Mempengaruhi pilihan intervensi, perawatan di ruang umum atau di unit perawatan kritis
-Monitor/catat status neurologik secara berkala dan bendingkan dengan data dasar
Melihat trend dan potensial kenaikan TIK dan penentuan lokasi, luas, progres kerusak-an dan resolusi
-Monitor tanda2 vital. Mis: Hipertensi / hipotensi, denyut jantung dan irama, murmur, respirasi
Variabel untuk menilai faktor-faktor yang berpengaruh, TIK, dan penentuan tindakan yang akan diambil
-Evaluasi pupil, ukuran, bentuk, simetrisitas, dan reaksinya terhadap cahaya
Menilai saraf kranial II dan III, keseimbangan antara saraf simpatik dan para simpatik
-Catat perubahan penglihatan. Mis, kabur, lapangan persepsi pandangan dan kedalaman
Perubahan merefleksikan area yang otak yang terkena, penentuan keamanan, dan pilihan tindakan keperawatan
-Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, termasuk kemampuan wicara jika pasien sadar
Perubahannya merupakan indikator lokasi / tingkat kerusakan dan dapat mengindikasikan kenaikan TIK
-Naikkan sedikit posisi kepala dan dalam posisi netral
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainase vena dan dapat memperbaiki sirkulasi / perfusi serebral
-Beri tirah baring; lingkungan tenang; batasi pengunjung / aktivitas seperlunya. Beri periode istirahat antara prosedur, dan batasi lamanya prosedur
Stimulasi & aktivitas kontinyu dpt menaikkan TIK, istirahat dan ketenangan diperlukan untuk mencegah perdarahan ulang (pada kasus-kasus perdarahan)
-Cegah mengejan waktu BAB atau menahan nafas
Valsava maneuver menaikkan TIK potensi perdarahan ulang
-Kaji kaku kuduk, kejang otot, kegelisahan, iritabilitas, kejadian kejang
Indikator iritasi meningeal terutama pada perdarahan. Kejang menunjukkan kenaikkan TIK
- Kolaborasi: Suplemen oksigen, antikoagulan (tidak pada hipertensi)
Mengurangi hipoksemia yg dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan meningkatkan edema. Memperbaiki aliran darah serebral (jika trombosis)

2. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan terganggunya neuromuskular:
- kelemahan, parestesia
- paralisis hipotonik/flaccid (awal)
- paralisis spastik
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang ditunjukkan dengan tidak adanya kontraktur, footdrop
- Mempertahankan / meningkatnya kekuatan dan fungsi pada bagian tubuh yang terkena
- Mendemonstrasikan tehnik / tingkah laku yang menuju kembali ke aktivitas semula
- Mempertahankan integritas kulit
Intervensi
Rasional
-Kaji kemampuan fungsional sesuai dengan kelemahan yang terjadi
Mengidentifikasi kemam -puan/kekurangan, me-nyediakan informasi yang sesuai, menentu-kan pemilihan inter-vensi
-Rubah posisi minimal tiap 2 jam
mengurangi resiko iskemia jaringan / kerusakan
-Tengkurapkan pasien 1-2 kali sehari jika pasien tolerate
Mempertahankan eksten-si panggul, tapi dapat meningkatkan kecemasan karen sulit bernafas
-Mulai aktif pasif ROM segera setelah pasien masuk RS
Mencegah atrofi otot, meningkatkan sirkula-si, dan mencegah kon-traktur (jangan berle-bihan à perdarahan lagi)
-Evaluasi kebutuhan posisi pada paralisis spastik :
Kontraktur fleksi terjadi karena otot fleksor lebih kuat daripada ekstensor
*Taruh bantal dibawah ketiak
Mencegah adduksi pundak dan fleksi siku
*Naikkan lengan dan tangan
Meningkatkan aliran balik dan mencegah edema
* Taruh benda bulat keras dalam genggaman
Benda keras menurunkan stimulasi fleksi jari dan tetap dalam posisi fungsional
*Letakkan lutut dan panggul pada posisi extensi
Mempertahankan posisi yang fungsional
*Pertahankan tungkai pada posisi netral
Mencegah rotasi pang-gul keluar (eksternal)
-Observasi bagian yang lemah: warna, edema, atau tanda lain gangguan sirkulasi
Jaringan edema lebih mudah cedera dan proses penyembuhannya lebih lama
-Kolaborasi: Kasur angin, kasur air, atau tempat tidur khusus
Mengurangi tekanan pada bagian yang menonjol dan mencegah kerusakan
-Kolaborasi: konsul fisioterapi
Menentukan program individual
-Kolaborasi: Berikan relaxant, antispasmodik, dll sesuai order
Diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada bagian yang lemah
3. Gangguan komunikasi verbal dan / atau tertulis sehubungan dengan:
- gangguan sirkulasi serebral
- gangguan neuromuskular
- kehilangan tonu/kontrol otot wajah/mulut
- kelemahan secara umum / kelelahan
Hasil yang diharapkan :
Intervensi
Rasional
-Kaji jenis/tingkat disfungsi, pemahaman pasien terhadap kata-kata atau sulit berbicara, bedakan aphasia dengan disartria, berikan feedback jika ada kesalahan
Menentukan tingkat dan area otak yang terkena. Menentukan cara berkomunikasi. Pasien kadang tidak sadar atas kesalahan verbalnya
-Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana. Mis, “tutup mata” “tunjuk pintu”, tunjuk obyek dan tanyakan namanya, minta pasien untuk mengucapkan kata sederhana “bom” top” dll
Menguji aphasia reseptif maupun ekspresif. Mengidentifikasi sisi / komponen mana yang mengalami kelemahan.
-Berikan metode alter-natif dalam berkomuni kasi. Mis, menulis, gambar. Berikan petunjuk visual (mis, bahasa tubuh, gambar)
Memenuhi kebutuhan komunikasi berdasarkan kebutuhan dan situasi individual
-Dorong keluarga / pe-ngunjung untuk terus berusaha berkomuni-kasi dengan pasien, mis, membaca surat, diskusi keluarga
Mengurang isolasi sosial dan meningkatkan pencapaian komunikasi yang lebih efektif
-Hargai kemampuan pasien sebelum sakit, jangan menjawab dengan kata-kata yang merendahkan
Membuat pasien merasa berharga karena kemam-puan intelektualnya masih tetap ada
-Kolaborasi: Konsul / rujuk ke speech terapist


4. Perubahan persepsi sensoris sehubungan dengan:
- berubahnya resepsi sensoris, transmisi, integrasi (trauma atau defisit neurologik)
- stress psikologik (menyempitnya lapangan persepsi karena kecemasan)
Hasil yang diharapkan :
- Tingkat kesadaran dan fungsi persepsi kembali / dipertahankan ke tingkat semula
- Mengetahui perubahan kemampuan dan adanya gejala sisa
- Mendemonstrasikan tingkah laku mengkompensasi / mengatasi defisit yang ada
Intervensi
Rasional
-Ulas patologi dari kondisi individual
Kewaspadaan terhadap tipe/area yang terkena membantu mengkaji kelemahan spesifik dan perencanaan intervensi
-Evaluasi defisit penglihatan
Mengganggu kemampuan pasien mengantisipasi / mengenal lingkungan dan meningkatkan resiko cedera
-Dekati pasien dari sisi mata yang tidak terganggu
Dapat mengetahui adanya orang / objek, mencegah kaget
-Sederhanakan ling-kungan, kurangi perlengkapan yang tidak perlu
Menurunkan stimulasi visual dan mengurangi kebingungan terhadap keadaan lingkungan
-Kaji kewaspadaan sensoris, mis: pembedaan dingin-panas, tajam-tumpul, rasa posisi, rasa sendi
Penurunan kemampuan sensoris dan rasa gerak mempengaruhi keseimbangan dan posisi maupun pergerakan yang tepat. Mengganggu ambulasi dan beresiko cedera
-Stimulasi rasa sentuh an. Mis, beri benda, genggam, latihan menyentuh dinding / sisi tempat tidur
Membantu retraining jalur sensoris dan integrasi respsi dan interpretasi dari stimulus
-Lindungi terhadap suhu ekstrim, kaji bahaya lingkungan, anjurkan mengetes air hangat dengan bagian yang sehat
Meningkatkan keamanan, mernurunkan resiko cedera
-Reorientasikan pasien secara berkala terhadap lingkungan, staf, dan prosedur
Membantu pasien dalam mengidentifikasi tidak konsistensinya resepsi dan integrasi dari stimulus. Mengurangi distorsi persepsi terhadap realitas
5. Ketidak mampuan merawat diri : mandi, membersihkan diri, b.a.b., b.a.k. sehubungan dengan:
- kelemahan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, hilangnya kendali dan kordinasi otot
- kelemahan persepsi/kognitif
- nyeri,ketidaknyamanan
- depresi
Hasil yang diharapkan :
- Dapat mendemonstrasikan tehnik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
- Mampu melaksanakan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuannya
- Dapat mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat memberikan bantuan yang diperlukan
Intervensi
Rasional
-Kaji kemampuan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari
Membantu perencanaan / mengantisipasi pemenuhan kebutuhan individu
-Hindari melakukan hal-hal yang bisa dilakukan pasien, berikan bantuan seperlunya
Mencegah dependensi, mempercepat kembalinya kemampuan dan percaya diri
-Pertahankan sikap mendukung. Beri cukup waktu bagi pasien untuk menyelesaikan tugasnya
Pasien membutuhkan empati tetapi harus mengetahui bahwa pera wat akan tetap konsis-ten dalam membantu
-Berikan feedback positif terhadap usaha dan keberhasilan
Menambah rasa mampu, kemandirian, dan mendorong pasien untuk terus berusaha
-Gunakan alat yg dimo-difikasi. Mis, garpu, sikat gigi panjang, bangku mandi, dll
Memampukan pasien untuk pengelolaan diri, kemandirian, dan percaya diri
-Kaji kemampuan pasien untuk mengutarakan kebutuhannya dalam menggunakan urinal, bedpan. Antar pasien ke kamar mandi secara periodik untuk melatih eliminasi
Ada gangguan neurogenik kandung kemih kadang tak mampu mengutarakn kebutuhan berkemih. Tapi pada perkembangan penyembuhan biasanya kembali seperti semula
-Identifikasi kebiasa-an eliminasi sebelum-nya dan mengupayakan kebiasaan normal. Berikan diit rendah serat, banyak minum, tingkatkan aktivitas
Membantu retraining dan kemandirian, mencegah konstipasi dan impaksi faeces
-Kolaborasi: beri supositoria / pelembek tinja
Dapat diperlukan pada awal latihan retraining
-Kolaborasi: Konsultasi dengan fisioterapis, okupasional terapis
Memberikan bantuan ah-li dalam mengembangkan rencana dan menentukan alat yang diperlukan


6. Resiko gangguan menelan sehubungan dengan kelemahan neuro muskuler
Hasil yang diharapkan :
- Mendemonstrasikan metode makan yang tepat dengan situasi individual dan aspirasi tercegah
- Berat badan yang diharapkan dapat dipertahankan
Intervensi
Rasional
-Kaji kemampuan dan patologi dlm menelan, tingkat paralisis, wajah, lidah, kemampu an menjaga jln nafas. Timbang sec. berkala
Intervensi nutrisi dan pilihan makanan ditentukan oleh faktor-faktor tersebut
-Tingkatkan efektivi-tas menelan. Mis.nya:

*Bantu pasien dengan dukungan kepala
Melawan hiperekstensi, mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan menelan
*Atur pasien dengan posisi kepala tinggi sebelum dan sesudah makan
Gravitasi membantu menelan dan mencegah aspirasi
*Stimulasi bibir untuk menutup atau buka mulut secara manual dengan tekanan ringan pada dagu jika diperlukan
Membantu retraining sensoris dan meningkatkan kontrol muskular
*Letakkan makan pada sisi mulut yang tidak lemah
Memberikan stimulasi sensoris (termasuk rasa) yang dapat mendo rong usaha menelan dan meningkatkan intake makanan
*Beri makan perlahan dengan lingkungan tenang
Pasien dapat berkonsen trasi dalam mekanisme makan tanpa gangguan eksternal
*Mulai masukan oral dari yang encer / semiliquid
Makanan lembut mudah di kendalikan dan mengurangi resiko aspirasi
*Dorong pasien untuk minum menggunakan sedotan
Memperkuat otot fasial dan pengunyah dan mengurangi resiko aspirasi
*Dorong keluarga untuk membawa makanan kesukaan
Menstimulasi usaha makan dan meningkatkan intake makanan
*Pertahankan intake-output yang akurat. Catat hitungan kalori
Jika usaha menelan kurang baik makan perlu dipikirkan metode lain
*Kolaborasi: Beri cairan intra vena / NGT
Diperlukan untuk mengganti cairan dan nutrisi jika pasien tak dapat memenuhi secara oral

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan/perawatan sehubungan dengan:
- kurang informasi
- keterbatasan kognitif, misinterpretasi informasi, ketidak mampuan mengingat.
- tidak mengetahui sumber informasi.
Hasil yang diharapkan :
- Berpartisipasi dalam proses belajar
- Dapat menjelaskan kondisinya/prognosisnya dan rangkaian pengobatan yang harus dijalani
- Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
Intervensi
Rasional
-Evaluasi jenis / tingkat gangguan persepsi sensoris yang terjadi
Defisit mempengaruhi pemilihan metoda belajar dan isi / kompleksitas instruksi
-Ulas keterbatasan yang ada dan diskusi-kan rencana / potensi pengembalian aktivi-tas(termasuk seksual)
Meningkatkan pemahaman, memberikan dan menciptakan harapan kembali ke kehidupan yang lebih normal
-Ulas dan dorong program pengobatan. Identifikasi cara meneruskan program sesudah keluar RS
Aktivitas, keterbatasan dan kebutuhan terapi di kordinasi dengan dasar interdisiplin untuk mencegah komplikasi
-Diskusikan rencana pemenuhan kebutuhan
Variasi tingkat bantuan tergantung tergantung situasi individual
-Sediakan instruksi dan jadwal tertulis untuk aktivitas, pengobatan, dan fakta-fakta penting
Memberikan dorongan secara visual dan pedoman jika sudah keluar dari rumah sakit
-Dorong pasien untuk melihat daftar / catatan daripada bergantung kepada daya ingat
Memberikan bantuan untuk mendukung daya ingat dan meningkatkan perbaikan level kognitif
-Anjurkan pasien untuk mengurangi stimulasi lingkungan, terutama pada saat aktivitas kognitif
Terlalu banyak stimulus dapat memperburuk perubahan proses berpikir
-Anjurkan pasien untuk mencari bantuan dalam pemecahan masalah dan memvalidasi keputusan yang telah dibuatnya
Beberapa pasien (teru-tama CVA kanan) dapat mengalami kelemahan “judgement” dan tingkah laku impulsif, lemahan dalam mengambil keputusan yang tepat
-Identifikasi tanda dan gejala yang memer lukan tindak lanjut seperti, perubahan visual, motor, fungsi sensoris, perubahan mentasi, sakit kepala berat
Evaluasi dan intervensi dini mengurangi resiko komplikasi dan kehilang an fungsi yang lebih parah
-Identifikasi faktor-faktor resiko indivi-dual(mis, hipertensi, obesitas, merokok, atherosclerosis, oral kontrasepsi) dan perubahan gaya hidup yang diperlukan
Meningkatkan kesehatan dan mencegah terulang-nya serangan stroke disaat berikutnya
-Tekankan pentingnya perawatan lanjutan oleh tim rehabili-tasi. Mis, fisio / okupasi/speech/vocational terapist
Kerja yang baik pada akhirnya dapat mencapai sisa defisit yang sangat minimal

BAB III
PENGAMATAN KASUS

RINGKASAN :
Seorang laki-laki 45 tahun, beristri dengan dua orang anak, bekerja sebagai penjaga keamanan di sebuah hotel berbintang lima di Jakarta, dirawat di Unit Perawatan Carolus sejak tanggal 8 Oktober 1997 setelah mendapatkan perawatan di unit Gawat Darurat. Sejak satu hari yang lalu secara mendadak kepala pening dan tak mampu berjalan maupun beraktivitas mempergunakan lengan dan tungkai kirinya. Pasien mengaku pernah dirawat di Unit Elisabeth 14 bulan yang lalu karena sakit hipertensi tetapi berhenti berobat sejak 8 bulan yang lalu dan berdiet garam hanya di rumah saja, di kantor tidak. Pasien juga menyatakan menderita penyakit kencing manis sejak setahun yang lalu, dikendalikan dengan diet sedikit makan nasi, banyak makan kentang tetapi sekarang tidak lagi. Saat pengkajian Keadaan umum tampak sakit sedang, pasien hanya mempu berbaring, lengan dan tungkai kiri masih dapat bergerak tetapi lemah dan tidak dapat dikontrol, konjungtiva bulbi kiri lateral kemerahan, keluahan pusing sementara tidak ada, tekanan darah 190/100 mmHg.
Pengamatan kasus secara lengkap dapat diikuti pada halaman-halaman berikutnya.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pengkajian

Kasus CVA pada Tn. HLPK penyebabnya sangat jelas karena hipertensi. Hal ini sangat jelas dari riwayat hipertensi yang dimilikinya dengan tekanan darah maksimum 260/100mmHg. Diagnosa medis sudak pasti dengan ditemukannya perdarahan pada basal ganglia dari hasil CT scan otak. Pasien sudah mengetahui penyakitnya karena pernah dirawat 14 bulan yang lalu tapi mengabaikannya sejak 8 bulan yang lalu. Karakteristik munculnya gejala sesuai dengan yang ada pada konsep dasar pengkajian yaitu kelemahan lengan dan tungkai kiri yang didahului oleh rasa pening secara mendadak. Perubahan fungsi sensoris pun terjadi pada ekstremitas kiri yang tak dapat merasakan tusukan jarum maupun rasa posisi. Mata kiri serasa melihat garis-garis yang berkelok-kelok. Tidak terjadi defisit pada kemampuan kognitif dan wicara karena perdarahan yang terjadi bukan di daerah serebrum tapi lebih dominan di basal ganglia sehingga gangguan yang terjadi pun seperti yang diuraikan pada pengamatan. Tingkat kesadaran masih kompos mentis, refleks pupil kiri kana masih baik dan simetris, tapi pada 2 hari berikutnya pasien menunjukkan gejala-gejala apprehension karena mungkin perdarahan belum berhenti seketika desakan lokal dan TIK masih dapat meningkat
B. Diagnosa Keperawatan
Dari 7 kemungkinan diagnosa keperawatan yang disarikan dari Nursing Care Plan. Edisi ke 3 th.93 oleh: Marilynn E. Doenges, Mary F. Mooerhouse. Dapat diaplikasikan sebanyak 4 diagnosa yaitu
1. Perubahan perfusi serebral
2. Ketidakmampuan/defisit merawat diri
3. Perubahan persepsi sensori: rabaan dan penglihatan, dan;
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan penyakit.
Sedangkan 3 diagnosa sisanya yaitu :
1. Gangguan mobilitas fisik. Tidak diaplikasikan karena pasien masih sadar penuh dan beberapa rencana tindakannya dapat di gabungkan pada implementasi ketidak mampuan merawat diri.
2. Gangguan komunikasi verbal. Tidak diaplikasikan karena data pendukungnya tidak sampai muncul sesuai dengan tingkat perubahan perfusi yang terjadi.
3. Resiko gangguan menelan dapat diabaikan karena tanda dan gejala gangguan menelan tidak ada sama sekali.


C. Perencanaan
Perencanaan yang disusun dapat disesuaikan dengan tingkat perubahan patofisiologi yang terjadi. Penekanan diberikan kepada bantuan untuk melaksanakan aktivitas harian yang meliputi perawatan diri dan mengantisipasi reiko keparahan. Pendidikan / penuluhan mendapat porsi yang cukup besar karena sesuai dengan hasil pengkajian, kondisi sekarang ini lebih banyak di akibatkan oleh kurang pedulinya pasien dan keluarganya atas penyakit yang sudah diketahui. Penyuluhan agar pasien dan keluarganya lebih mempunyai motivasi dalam mengikuti petunjuk tenaga kesehatan menjadi sangat penting karena jika pasien mendapat serangan yang ketiga maka gejala sisanya dapat lebih buruk seperti yang diuraikan dalam teori.
D. Implementasi
Dari semua rencana aktual yang disusun sebagian dapat dilaksanakan. Pengkajian status neurologi untuk mengobservasi proses patologis penyakit untuk untuk mengantisipasi dampaknya dilaksanakan sepenuhnya. Bantuan merawat diri disesuaikan dengan ketidak mampuan pasien untuk mempergunakan ekstremitas kiri secara penuh. Penyuluhan dilaksanakan dengan memanfaatkan saat-saat ketika pasien dan keluarga menunjukkan reaksi ingin tahu yang cukup besar.
E. Evaluasi
Pada perjalanan perawatan, gejala pusing menjadi dominan sesuai dengan perubahan perfusi yang terjadi. Terapi medis terus berganti-ganti karena ternyata tekanan darah pasien sangat persisten pada nilai 190/100 mmHg. Kecurigaan pada gangguan ginjal kronik belum tegak karena konsultasi kepada urologist belum terlaksanan. Penyuluhan membuahkan hasil dengan makin pedulinya pasien dan istrinya terhadap setiap keterangan yang diberikan dan inisiatif bertanya yang cukup besar. Perbaikan perfusi serebral mulai tampak ketika dilakukan follow-up 1 minggu kemudian pasien sudah mulai merasakan sentuhan pada bagian yang lemah, pengendalian dan rasa gerak sudah ada walaupun belum kuat sekali. Nilai kekuatan otot sudah mencapai 5 tapi dokter masih belum mengijinkan pasien untuk menjalani fisioterapi karena tekanan darah masih tinggi
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cerebrovascular accident mempunya dampak yang sangat besar terhadap perjalanan hidup pasien selanjutnya selanjutnya. Pasien dengan gejala sisa minimal cenderung mengabaikan penyakitnya karena merasa setelah mengalami serangan ternyata bisa mendapatkan kembali fungsinya seperti semula. Pada serangan berikutnya seperti yang dialami Tn. HLPK kesadaran baru tumbuh yang dimanifestasikan dengan ungkapan-ungkapan penyesalan mengapa tidak mengikuti anjuran tenaga kesehatan pada waktu dirawat terdahulu. Walaupun agak terlambat, momentum ini bisa dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan untuk memberikan pendidikan atau suplai informasi yang sesuai dengan keadaan individualnya.
Perawat harus mampu membantu menjelaskan informasi yang sudah diberikan oleh dokter agar pasien mampu melaksanakan perubahan pola hidup sehari-hari ke arah yang lebih efisien dalam mengantisipasi serangan berikutnya. Pada pasien dengan hipertensi, jika keadaan tekanan darahnya dapat dikendalikan dalam batas yang aman maka peluang untuk mendapat serangan berikutnya menjadi sangat kecil.
Tindakan-tindakan supportive harus mendapat prioritas agar pasien dan keluarganya mempunyai motivasi yang lebih tinggi dalam merawat dirinya, menyadari keterbatasan yangterjadi, dan mampu melaksanakan aktivitas yang optimum sesuai dengan tingkat kemampuannya.
B. PENUTUP
Lewat proses pengamatan kasus dan penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa merawat pasien dengan CVA merupakan proses yang cukup rumit karena diperlukan pemahaman yang cukup tentang sistem persyarafan, dampak psikofisiologis yang menurunkan semangat pun harus mendapatkan perhatian yang cukup.
Masih ada pola-pola yang tidak bisa ditangani karena keterbatasan pengetahuan dan pengambilan keputusan, seperti pola nutrisi, pola tidur dan istirahat. Hal ini tidak terjangkau bukan karena ketidak pedulian, dalam kenyataannya suasana aktual dalam merawat yang sesungguhnya membuat pengambilan keputusan menjadi kurang jeli dan menyeluruh.
Semoga pada kesempatan berikutnya kami berharap sudah mampu mengantisipasi kekurangan-kekurangan yang terjadi sebelumnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Wilma J. Phipps, PH.D., R.N., F.A.A.N., Barbara C. Long M.S.N., R.N., Medical-Surgical Nursing, Concept and Clinical Practice, fourth edition, Missouri: Mosby-Year Book, Inc, 1991
Joan Luckman, R.N., M.A., Karen C. Sorensen, R.N., M.N., Medical-Surgical Nursing: A psychohysiological Approach, Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1987
Sylvia A. Price, Lorraine A. Wilson. Patofisiologi, kKonsep klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995
Marilynn E. Doenges, Mary F. Mooerhouse, Nursing Care Plan. Edition 3, Philadhelphia: F.A.Davis Company, 1993

Tidak ada komentar: