Minggu, 18 Mei 2008

CRF


BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan semakin majunya teknologi kedokteran, semakin banyak pula masalah kesehatan yang dapat didiagnosa dengan jelas. Salah satu penyakit tersebut adalah gagal ginjal kronik atau kronik renal failure.
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolismedan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia.
Seseorang yang menderita kegagalan ginjal kronis, dalam beberapa keadaan dapat dikendalikan untuk bisa bertahan hidup. Yang terpenting bagi penderita adalah menjalani pengobatan dan diit secara teratur. Adapun terapi akhir yang harus dilakukan apabila upaya konservatif dan pengobatan tidak berhasi, harus dilakukan dialysis yang dapat memakan waktu yang cukup lama dan biaya banyak dan tidak jarang membuat pasien putus asa sehingga tidak melanjutkan pengobatannya, dan bisa menyebabkan kematian.
Kira-kira 60 ribu orang setiap tahunnya meninggal akibat CRF (menurut survey di Amerika dari 80 ribu orang yang menderita CRF). Masalah ini perlu penanggulangan yang serius guna mengurangi insiden kematian.
Karena angka kejadian yang cukup tinggi dan prognosanya yang buruk, maka sebagai calon tenega perawat professional pemula, penulis merasa tertarik untuk mempelajari kasus ini, sehingga dapat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan, dan penyuluhan kepada pasien dan keluarga untuk menjalani program pengobatan maupun perawatan berkelanjutan di Rumah. Selain itu dukungan psikologis maupun spritual sangat penting bagi pasien.


B. TUJUAN
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui dan memahami proses asuhan keperawatan pada pasien dengan CRF
2. Mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan CRF
3. Memenuhi tugas terstruktur mata kuliah keperawatan pada pasien dengan CRF

C. METODA PENULISAN
Metode penulisan makalah ini adalah
1.Studi kepustakaan yaitu dengan berbagai literatur untuk dibaca dan diprlajari tentang masalah penyakit yang berhubungan dengan CRF
2.Studi pengamatan kasus, dengan mengadakan pengamatan langsung pada pasien dengan CRF.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini digunakan sistematika penulisan yang dimulai dari Bab I mengenai pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan, metoda penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab II diuraikan tentang tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep dasar medik serta konsep dasar keperawatan, konsep dasar medik meliputi: definisi, anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, test diagnostik, penatalaksanaan medik, komplikasi,kemudian pada konsep dasar keperawatan dibahas mengenai pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan. Sedangkan bab III menguraikan hasil pengamatan kasus langsung di ruangan perawatan. Bab IV merupakan pembahasan kasus chronic renal failure, perbandingan antara teori dasar dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada kasus nyata dan bab V adalah kesimpulan dan pada bagian akhir makalah ini dilampirkan daftar pustaka.











BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Chronic renal failure (CRF) atau gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah ) (bruner and Suddarth, 2000)
Cronik Renal Failure (CRF) adalah kerusakan yang progresif dan ireversibel pada nefron-nefron di kedua ginjal. Prosesnya berkembang sampai sebagian besar nefron yang rusak dan digantikan oleh jaringan scar yang tidak berfungsi (Lewis, Medical Surgical Nursing, 2000)

2. Anatomi Fisiologi
a.Anatomi Ginjal
Ginjal adalah bagian utama dari sistem perkemihan yang juga termasuk didalamnya ureter, kandung kemih dan uretra. Ginjal terletak pada rongga abdomen posterior, dibelakang peritoneum, didepan 2 kosta terahir yaitu di area kanan dan kiri dari columna vertebralis. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan oleh hepar
Pada orang dewasa panjangnya 12-13 cm, lebar 6 cm dan beratnya antara 120-150 gram. Setiap ginjal memiliki korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam yang terbagi menjadi piramid-piramid. Papila dari tiap piramid membentuk duktus papilaris Bertini yang selanjutnya menjadi kaliks minor, kaliks mayor, dan bersatu membentuk pelvis ginjal tempat terkumpulnya urine. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih.



b. Pembuluh darah ginjal
Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah per menit. Lebih dari 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medula. Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis dan bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid yang selanjutnya membentuk arteria illiaca yang melengkung melintasi batas piramid-piramid tersebut. Arteria illiaca kemudian membentuk arteriola-arteriola interlobularis yang tersusun pararel dalam korteks. Arteriola interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola afferent yang berakhir pada glomerulus. Selanjutnya glomerulus membentuk arteriola efferent yang kemudian bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam aliran vena, selanjutnya menuju vena illiaca, vena interlobaris dan vena renalis, dan akhirnya mencapai vena kava inferior.

c. Struktur mikroskopik ginjal
Nefron adalah unit fungsional dari ginjal. Setiap ginjal mempunyai 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus, dinding kapiler glomerulus tersusun dari lapisan sel-sel endotel dan membran basalis, dengan arteriola aferen dan eferent, kapsula Bowman's, tubulus proksimal, ansa Henle, tubulus distal, dan duktus pengumpul.
Fungsi utama dari komponen nefron adalah: glomerulus untuk filtrasi, tubulus proksimal mereabsorbsi Na+, H+, ADH, glukosa, K+, asam amino, Cl-, HCO3-, PO4-, Urea, mensekresi H+ dan substansi asing. Ansa henle: mengantisipasi arus aliran, konsentrasi urine, Na+ direabsorpsi secara pasief, dan Cl- direabsorpsi secara aktif; Cl+ direabsorpsi.

d. Proses terjadinya urine
Jumlah aliran darah pada kedua ginjal sekitar 1200 ml per menit. Sekitar 650 ml cairan ini adalah plasma, dari jumlah ini 125 ml tersaring melalui glomerulus ke kapsula Bowman's. Arteri renalis bercabang langsung pada aorta. Oleh sebab itu darah mengalir ke glomerulus dengan tekanan tinggi. Dorongan filtrasi adalah hasil perbedaan tekanan antara kapiler Bowman's dan rongga Bowman's, permeabilitas dari dinding kapiler, dan perbedaan antara tekanan koloid osmotik di kapsula Bowman dan lumen kapiler.
Darah difiltrasi di glomerulus melalui dinding semi permeabel dan hasilnya terdiri dari air, glukosa (100%), elektrolit, dan sisa metabolisme diteruskan ke tubulus proksimal. Dalam tubulus proksimal hasil filtrasi 60% direabsorbsi, kecuali glukosa (100%), sisa hasil filtrasi yang tidak direabsorbsi diteruskan ke tubulus distal melalui ansa henle. Di tubulus distal dan duktus pengumpul (koligentes) inilah ADH bekerja untuk mereabsorbsi hasil reabsorbsi di tubulus proksimal. Sisa akhir dari proses filtrasi dan reabsorbsi disebut urin. Ginjal menghasilkan 30-50 ml urin/jam yang sementara ditampung di piala ginjal.

e. Fungsi ginjal
Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolaritas plasmasekitar 285 m osmol dengan mengubah-ubah ekskresi air
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal
Mempertahankan PH plasma, sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H dan membentuk kembali HCO3
Mensekkresi produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat, dan kreatinin.

Fungsi ekskresi
Menghasilkan Renin, penting untuk pengaturan tekanan darah
Menghasilkan eritopoitin, factor penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang
Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktif
Degradasi insulin
Menghasilkan prostaglandin.

3. Etiologi
glomerulonefritis kronic
4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada duktus urunarius. Mula – mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang Patogenesis CRF ditunjukkan oleh kerusakkan nefron dengan hilangnya fungsi renal secara progresif. Ketika total GFR menurun dan bersihan menurun, serum urea nitrogen dan bersihan kreatinin meningkat. Sisa nefron yang berfungsi mengalami hipertrofi karena mereka diperlukan untuk menyaring muatan solut yang lebih besar. Salah satu akibatnya adalah hilangnya kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urin secara adekuat. Dalam usahanya untuk melanjutkan sekresi solut, sejumlah besar urin dikeluarkan, sehingga klien mudah mengalami kehilangan cairan. Tubulus-tubulus secara bertahap kehilangan kemampuan untuk mereabsorbsi elektrolit. Kadang-kadang keadaan ini mengakibatkan terbuangnya garam dimana urin mengandung sejumlah besar sodium, mendorong terjadinya poliuri lebih lanjut. Bersamaan dengan berlanjutnya kerusakkan ginjal dan menurunnya fungsi nefron, maka total GFR menurun lebih lanjut. Dengan demikian tubuh menjadi tak mampu melepaskan air, garam, dan produk-produk sisa lainnya melalui ginjal. Ketika GFR < 10-20 ml/menit, maka uremia tampak secara klinis. Tubuh menjadi lebih terintoksikasi. Akibat dari CRF adalah uremia dan kematian.

5. Tanda dan gejala / manifestasi klinis
a. Sistem perkemihan
Oliguri, anuria, infeksi; sedimen urine mengandung lekosit, eritrosit, penurunan kratinin clearance, hematuri, proteinuri

b. Sistem pernafasan
Edema paru, pneumonia, pleura effusion,nafas Kussmaul, apnea, nafas bau amonia, hiperventilasi.
c. Sistem kardiovakular
Edema, hipertensi, tachycardia, anemia, kongestif jantung, perikarditis, disritmia, kardiomegali, aterosklerosis .
d. Integumen
Kulit kering, pruritus, ekskoriasi, uremic frost, kuku rapuh dan pucat, kulit berwarna seperti tembaga.
e. Elektrolit
Peningkatan kadar kalium, hidrogen, natrium, fosfat dan magnesium, serta penurunan kadar asambicarbonat dan kalsium
f .Sistem pencernaan
Anoreksia, stomatitis, ginggivitis, mual, muntah, diare, konstipasi, hematemesis, esofagitis, gastritis, melena, pembesaran hepar.
g. Metabolik
Peningkatan kadar urea nitrogen dan kadar kreatinin serum, peningkatan asam urat, intoleransi terhadap glukosa, perubahan degradasi insulin, peningkatan trigliserida, asidosis.
h. Sistem persarafan
Perubahan fungsi kognitif dan tingkah laku, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer, kram pada malam hari, kesemutan pada ekstremitas bawah, apatis, lethargi, kelelahan, sakit kepala, kejang, koma.
i. Hematologi
Anemia, koagulopati, defisit trombosit
j. Sistem muskuloskeletal
Renal osteodistrofi, osteosklerosis, hilangnya massa otot, osteomalaise, fraktur, nyeri tulang, peningkatan alkali fosfatase.

6. Tes Diagnostik
a. Radiologi: foto polos abdomen, IVP, jantung, paru, tulang
b. USG ginjal
c. Renogram
d. Biopsi ginjal
e. CT scan ginjal
f. Laboratorium: Darah; hematologi, BUN, ureum, kreatinin, asam urat, alkali fosfatase, osmolaritas serum, analisa gas darah
g. Urine; urinalisa, CCT, osmolaritas

7. Terapi dan pengelolaan Medik
a. Elektrolit untuk asidosis
b. Terapi untuk hiperkalemi
c. Antikonvulsan
d. Antihipertensi
e. Diuretik
f. Antibiotika
g. Antasida
h. Hormon Androgenik
i. Antiemetik
j. Laksansia
k. Penggantian elektrolit, mineral dan nutrisi
l. Vitamin

8. Komplikasi
a. Hipertensi
b. Hiperkalemia
c. Anemia
d. Asidosis
e. Osteodistrofi ginjal
f. Hiperurisemia
g. Neuropati perifer

B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian menurut pola Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Adanya tanda dan gejala yang menyebabkan klien mencari pertolongan kesehatan, seperti; penurunan urin, edema, kelelahan hebat, depresi, kehilangan perhatian pada lingkungan, impoten.
2) Riwayat penyakit ginjal akut/kronik, menjalani terapi ARF, kronik renal insuffisiensi, hipertensi, DM, aterosklerosis, sistemik lupus eritematosus, atau penyakit sistemik lain yang mengenai ginjal.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
1) Anoreksia, mual, muntah.
2) Bb menurun karena intake kurang.
3) Bb meningkat karena edema.
4) Rasa tidak enak di mulut.
c. Pola eliminasi
1) Poliuri, nocturia (CRF awal).
2) Oliguri (Fase CRF lanjut).
3) Diare atau konstipasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelelahan, kelemahan.
2) Konvulsi, kaku otot.
e. Pola tidur dan istirahat
1) Somnolent, insomnia, kegelisahan.
2) Sering mengantuk.
3) Tidur sering terganggu karena kram otot atau kejang betis.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
1) Kehilangan ingatan, perhatian berkurang/menyempit.
2) Kemampuan berpikir abstrak menurun.
3) Kehilangan perhatian untuk lingkungan.
4) Sakit kepala.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
1) Depresi, penurunan harga diri, perubahan konsep diri dan body image.
2) Menurunnya harga diri.
3) Menurunnya tingkat kemandirian dan perawatan diri.
h. Pola peran dan hubungan sesama
1) Tidak dapat bekerja, penurunan kontak sosial dan aktifitas.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
1) Wanita; amenore, infertiliti, penurunan libido
2) Pria; impotensi, penurunan libido
j. Pola koping dan toleransi terhadap stres
1) Ketidakefektifan koping individu dan keluarga
2) Mekanisme pertahanan diri; denial, proyeksi, rasionalisasi, displacement
k. Pola Nilai dan kepercayaan
1) Kehilangan kepercayaan kepada pemberi pelayanan kesehatan


2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan diet yang diperlukan, anoreksia, mual, muntah, dan perubahan sensasi rasa.
c. Penurunan cardiac output sehubungan dengan kelebihan cairan, terapi obat, dan kehilangan darah yang berlebihan.
d. Tidak toleransi dalam beraktifitas sehubungan dengan kelebihan cairan yang kronik dan kelelahan.
e. Gangguan pola tidur sehubungan dengan retensi cairan, CHF, dan uremia.
f. Kerusakkan integritas kulit sehubungan dengan pruritus, iritasi, dan kemungkinan uremic frost.
g. Perubahan membran mukosa mulut sehubungan dengan perubahan kelenjar parotis, pembatasan intake cairan, dan peningkatan kadar ureum.
h. Perubahan proses pikir sehubungan dengan uremia, asidosis metabolik, hipoksia, dan ketidakseimbangan elektrolit, kalsifikasi di otak.
i. Kurang pengetahuan tentang kondisi, proses penyakit, prognosa dan terapi yang diperlukan sehubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang informasi, dan misinterpretasi.
Diagnosa keperawatan yang lain:
a. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan renal osteodistrofi, neuropati perifer, paresis atau paralisis, atau koma.
b. Kecemasan sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur dan diagnostik tes dan kurang mengerti tentang proses penyakit.
c.Konstipasi sehubungan dengan penurunan intake cairan dan penurunan konsumsi makanan tinggi serat.
d.Diare sehubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit, takut, dan cemas.
e.Ketidakefektifan koping individu sehubungan dengan stress karena penyakit kronik.
f.Gangguan harga diri sehubungan perubahan body image dan peran.
g.Nyeri kronik sehubungan dengan mual, muntah, kram otot, dan kesemutan.
h.Disfungsi seksual sehubungan dengan penurunan libido dan impoten.

3. Perencanaan
a. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
Hasil yang diharapkan:
Intake dan output seimbang, berat badan stabil, suara nafas dan bunyi jantung normal, tidak ada edema, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi
Rasional
-Kaji lokasi edema (sakrum, pretibia, sirkum maleolus, dan dorsum pedis)
Pengumpulan cairan sering terjadi pada lokasi tersebut
-Monitor dan catat intake dan output secara cermat.
Kelebihan cairan dapat terdeteksi.
-Timbang Bb secara teratur dengan waktu dan timbangan yang sama.
Menentukan kelebihan cairan.
-Monitor tekanan darah tiap 4 jam
Kelebihan volume cairan dapat meningkatkan tekanan darah.
-Kaji bunyi nafas dan bunyi jantung.
Kelebihan cairan dapat menyebabkan edema paru.
-Monitor serum elektrolit.
Menentukan keseimbangan cairan dan elektrolit.
-kolaborasi pemberian diuretik.
Mengatasi kelebihan cairan.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan diet yang diperlukan, anoreksia, mual, muntah, dan perubahan sensasi rasa.
Hasil yang diharapkan:
· Pasien mampu menjaga status nutrisi yang adekuat, menjaga berat badan yang ideal sesuai dengan Tb, usia, dan bentuk tubuh.
· Kadar albumin dan Hb dalam batas normal
Intervensi
Rasional
-Kaji status nutrisi pasien.
Menentukan tindakan selanjutnya.
-Timbang Bb secara teratur dengan waktu dan timbangan yang sama.
Mengetahui perkembangan status nutrisi klien
-Kaji dan catat adanya tanda dan gejala malnutrisi.
Indikasi untuk tindakan mencegah malnutrisi.
-Kaji penyebab intake kurang adekuat (anoreksia, mual, muntah, kehilangan sensasi rasa.
Menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi intake kurang.
-Sajikan makanan dalam keadaan hangat, porsi kecil, dan menarik.
Menambah selera makan.
-Anjurkan pasien untuk memberihkan mulut sebelum dan sesudah makan.
Memberikan rasa enak dan meningkatkan nafsu makan.
-Rujuk ke ahli gizi jika diperlukan.
Modifikasi diet yang sesuai dengan CRF.
-Kolaborasi pemberian antiemetik, vitamin.
Mencegah muntah dan meningkatkan nafsu makan.

c. Penurunan cardiac output sehubungan dengan kelebihan cairan, terapi obat, dan kehilangan darah yang berlebihan.
Hasil yang diharapkan:
Pasien akan menjaga cardiac output, yang ditunjukkan oleh tekanan darah dan HR yang normal untuk pasien, nadi penuh dan pengisian kapiler cepat.
Intervensi
Rasional
-Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskular dan adanya dispnea.
Tachycardi, irregular HR, tachypnea, dispnea, dan edema/distensi vena jugularis mengindikasikan CHF.
-Kaji adanya/derajat hipertensi, monitor tekanan darah 3 posisi (berbaring, duduk, berdiri)
Hipertensi yang terjadi, karena gangguan pada sistem renin angiotensin aldosteron. Hipotensi ortostatik dapat terjadi karena kekurangan cairan intravaskular, respon terhadap terapi antihipertensi, atau perikardiak uremi tamponade.
-Kaji adanya nyeri dada, catat lokasi, radiasi,
Hipertensi dan CHF dapat menyebabkan miokard infark.
-Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi, pengisian kapiler, kongesti vaskular, dan suhu.
Keadaan-keadaan emergensi diantisipasi dengan mengamati komponen tersebut.
-kaji tingkat aktifitas, respon terhadap aktifitas
Kelamahan dapat terjadi pada CHF dan anemia
-Kolaborasi: monitor serum elektrolit dan rontgen dada.
Mengidentifikasi adanya perubahan konduksi jantung dan untuk mengetahui adanya gagal jantung.
-Kolaborasi pemberian antihipertensi.
Menurunkan tahanan sistemik vaskular dan pelepasan renin.

d. Tidak toleransi dalam beraktifitas sehubungan dengan kelebihan cairan yang kronik dan kelelahan.
Hasil yang diharapkan:
Pasien mampu beraktivitas secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Intervensi
Rasional
-Kaji kemampuan akivitas pasien.
Bantuan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.
-Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari (higiene, nutrisi, dan eliminasi) jika diperlukan
Memenuhi kebutuhan dasar pasien
-Ajarkan klien untuk melakukan ROM secara bertahap.
Menjaga fungsi pergerakan sendi dan mencegah deformitas.
-Minimalkan latihan yang menyebabkan kelelahan.
Mencegah pasien kelelahan.


-Beri reinforcement untuk aktivitas yang dapat dilakukan klien.
Memberi dukungan pada pasien.

e. Gangguan pola tidur sehubungan dengan retensi cairan, CHF, dan uremia.
Hasil yang diharapkan:
Pasien mampu tidur/istirahat, yang ditunjukkan dengan wajah cerah, rileks.
Intervensi
Rasional
-Kaji pola tidur pasien.
Menentukan tingkat gangguan.
-Hindari melakukan prosedur pada saat pasien tidur, kecuali jika sangat diperlukan.
Mengganggu tidur pasien dan mungkin pasien akan sulit unruk tidur kembali.
-Anjurkan pasien untuk membatasi minum pada malam hari.
Mencegah berkemih sepanjang malam yang dapat mengganggu tidur.
-Batasi asupan minuman yang mengandung kafein.
Kafein dapat menyebabkan orang tetap terjaga.
-Berikan waktu tidur dan istirahat pada siang hari.
Mengganti waktu tidur yang kurang pada malam hari.

f. Kerusakkan integritas kulit sehubungan dengan pruritus, iritasi, dan kemungkinan uremic frost.
Hasil yang diharapkan:
Kulit utuh, hangat, turgor kulit baik, dan tidak ada pruritus.
Intervensi
Rasional
-Kaji kebersihan dan keutuhan kulit (warna, turgor, tekstur, edema, dan temperatur.
Menentukan keadaan kulit pasien.
-Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk kulit.
Mencegah infeksi.
-Anjurkan pasien untuk memotong kuku.
Agar tidak melukai kulit, jika pasien menggaruk.
-bantu dan anjurkan pasien untuk merubah posisi tidur.
Mencegah penekanan kulit pada satu area yang terlalu lama.
-Beri cream pelembab jika kulit kering.
Mencegah kekeringan dan menjaga keutuhan kulit.
-Jaga kebersihan dan kerapihan alat tenun.
Mencegah luka akibat gesekan dengan alat tenun.
-Kolaborasi pemberian terapi untuk pruritus.
Mengurangi gatal-gatal pada kulit.

g. Perubahan membran mukosa mulut sehubungan dengan perubahan kelenjar parotis, pembatasan intake cairan, dan peningkatan kadar ureum.
Hasil yang diharapkan:
· Pasien mampu menjaga integritas mukosa membran mulut.
· Pasien mampu mengidentifikasi intervensi yang spesifik untuk meningkatkan kesehatan mukosa mulut.
Intervensi
Rasional
-Inspeksi rongga mulut, kelembaban, kaji adanya peradangan, ulserasi, lekoplakia.
Memberikan gambaran tentang intervensi dan pencegahan terhadap infeksi.
-Berikan cairan sesuai dengan batasan yang dianjurkan.
Mencegah kekeringan mulut akibat tidak adanya intake oral yang lama.
-Berikan perawatan mulut, sediakan permen diantara waktu makan.
Memberikan rasa segar di mulut dan mencegah kekeringan.
-Anjurkan untuk menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur.
Mengurangi pertunbuhan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
-Anjurkan pasien untuk berhenti merokok dan menghindari obat kumur yang mengandung alkohol.
Substansi ini dapat mengiritasi mukosa dan mempunyai efek kering, menambah ketidaknyamanan.

h. Perubahan proses pikir sehubungan dengan uremia, asidosis metabolik, hipoksia, dan ketidakseimbangan elektrolit, kalsifikasi di otak.
Hasil yang diharapkan:
· Pasien mampu mencapai tingkat mental seperti biasanya.
· Pasien mampu mengidentifikasi cara mengkompensasi gangguan kognitif/defisit memori.
Intervensi
Rasional
-Kaji tingkat gangguan kemampuan pikir, memori, dan orientasi.
Efek uremia dimulai dengan rasa bingung dan mudah tersinggung, dapat berkembang ke perubahan kepribadian.
-Dapatkan data dari orang terdekat mengenai tingkat mental pasien biasanya.
Sebagai perbandingan untuk mengevaluasi perkembangan mental pasien.
-Berikan informasi kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien.
Keluarga dapat mengikuti perkembangan pasien.
-Berikan lingkungan yang tenang, atur pemakaian tv, radio, dan kunjungan.
Stimulus lingkungan yang minimal menurunkan overload sensori.
-Reorientasikan terhadap lingkungan, orang, sediakan kalender, jam, dan jendela.
Sebagai petunjuk untuk membantu pemahaman realitas.
-Atur jadwal reguler dalam beraktifitas.
Kebingungan dapat dikurangi dengan aktifitas yang teratur.
-Tingkatkan istirahat yang cukup dan waktu tidur yang tidak terganggu.
Gangguan tidur dapat meningkatkan gangguan kognitif.

i. Kurang pengetahuan tentang kondisi, proses penyakit, prognosa dan terapi yang diperlukan sehubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang informasi, dan misinterpretasi.
Hasil yang diharapkan:
· Pasien dapat mengungkapkan pengertiannya tentang kondisi, proses penyakit dan terapi.
· Pasien dapat berinisiatif merubah pola hidupp yang diperlukan.
· Pasien dapat berpartisipasi dalam regimen terapeutik
Intervensi
Rasional
-Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang CRF.
Menentukan informasi yang dibutuhkan klien.
-Jelaskan tentang proses penyakit, prognosa, dan terapi yang dijalankan.
Memberikan pengetahuan berdasarkan tingkat kebutuhan pasien.
-Jelaskan tentang diet pada penderita CRF( makanan yang harus dihindari, dan harus dikonsumsi)
Komplikasi dapat timbul akibat akumulasi zat makanan tertentu(mis: magnesium, fosfat, dan protein).
-Jelaskan tentang gejala memburuknya penyakit (bb bertambah, lethargi, penurunan jumlah urin, edema, peningkatan tekanan darah).
Memberikan gambaran pada pasien untuk memperhatikan dirinya.
-Anjurkan pasien untuk segera ke dokter bila timbul gejala-gejala seperti diatas.
Mendapatkan pertolongan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
-Jelaskan tentang terapi yang diberikan, dosis, kegunaan dan waktu pemberian.
Pengetahuan tentang obat diperlukan, karena pasien berobat dalam jangka waktu yang lama.
-Anjurkan pasien untuk olahraga secara teratur.
Membantu menjaga tonus otot dan fleksibilitas sendi, serta mengurangi resiko imobilisasi.
-Anjurkan pasien untuk follow up (medikal dan laboratorium) secara teratur.
Memonitor fungsi ginjal dan keseimbangan elektrolit serta pengobatan yang diperlukan
-Anjurkan pasien untuk memelihara kebersihan dan keutuhan kulit.
Mencegah timbulnya infeksi sekunder.

BAB III
PENGAMATAN KASUS

Tn. A.R., 57 tahun, beristri tanpa anak, bekerja sebagai komisaris di sebuah hotel di Bogor, dirawat di unit perawatan Elizabeth sejak 1 hari yang lalu setelah mendapat perawatan di unit gawat darurat. Sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh pusing dan sudah berobat ke dokter di Bogor dan mendapat obat Adalat, serta dianjurkan untuk dirawat karena tekanan darahnya 180 sistolik, namun pasien menolak dan hanya beristirahat di rumah. 3 hari yang lalu, kepala bertambah pusing dan pasien kembali ke dokter, tekanan darah mencapai 215 sistolik dan pasien dianjurkan untuk dirawat. Saat pengkajian pasien mengeluh pusing dan kepala terasa berat terutama pada daerah dahi dan belakang kepala, mengeluh mual, dan b.a.k kurang lancar.
Pengamatan secara lengkap dapat diikuti pada lembar catatan perawatan (CP.1 hingga CP.5) pada halaman-halaman berikut.







BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Kasus CRF pada Tn. A.R. yang penulis amati, kemungkinan besar disebabkan oleh hipertensi karena saat pengkajian didapatkan tekanan darah 170/120 mmHg. Namun, sulit untuk menentukan mana yang merupakan penyakit primer, karena hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, pengaruh vasopresor dari sistem renin angiotensin dan mungkin pula melalui defisiensi prostaglandin. Selain ada riwayat hipertensi sejak 7 bulan yang lalu, gejala-gejala yang mendukung adanya CRF pada pasien ini adalah keluhan mual, sering berkemih pada malam hari, aliran kencing tidak lancar dan ada rasa tidak lampias setelah berkemih. Pasien juga mempunyai riwayat kurang minum (5 gelas/hari), lebih banyak duduk dalam bekerja, menyetir mobil sendiri setiap hari (Bogor-Bekasi). Dari hasil laboratorium didapatkan Ureum 104 mg/dl, kreatinin 7,5 mg/dl, Hemoglobin 10,1 g/dl yang menunjukkan telah terjadi gangguan ginjal. Disamping itu dari hasil urin didapatkan pH 5, Berat jenis urin 1025, protein Å, Lekosit 10-15/LPB, Eritrosit 6-8, bakteri Å yang menunjukkan adanya infeksi pada saluran kemih. Dari data-data yang didapat hampir seluruhnya sesuai dengan teori, namun pada pasien ini tidak terdapat edema karena hasil Albumin masih dalam batas normal 3,5 g/dl.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari 9 diagnosa keperawatan pada teori yang disarikan dari berbagai sumber, dapat diaplikasikan 2 diagnosa, yaitu:
1. Potensial perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan hilangnya sensasi rasa pada mulut.
2. Kurang pengetahuan tentang kondisi, proses penyakit, prognosa, dan terapi yang diperlukan sehubungan dengan kurangnya informasi.
Sedangkan 2 diagnosa lainnya yaitu:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral yang ditandai dengan keluhan pusing, tekanan darah 170/120 mmHg.
2. Perubahan pola eliminasi urin sehubungan dengan infeksi saluran kemih yang ditandai dengan aliran kencing kurang lancar, rasa tidak lampias setelah berkemih, serta hasil pemeriksaan urin bakteri Å, lekosit 10-15/LPB.
Sedangkan 7 diagnosa utama lain di teori tidak diangkat, karena belum ada data-data yang cukup menunjang.

C. PERENCANAAN
Perencanaan yang disusun bersama dengan pasien disesuaikan dengan tingkat gangguan yang terjadi. Dengan tingkat kemandirian pasien yang masih cukup tinggi karena pasien masih mampu merawat diri secara adekuat, maka perencanaan pada Tn. A.R. lebih banyak ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan pemahaman pasien tentang kondisinya, penyakit yang diderita, tanda gejala lebih lanjut yang dapat timbul, dan prognosa, serta terapi dan komplikasi yang dapat terjadi pada CRF. Selain itu anjuran untuk merubah gaya hidup yang diperlukan yaitu menghindari makan daging kambing dan makan yang asin-asin, melanjutkan kebiasaan olahraga secara teratur dan kontrol ke dokter secara teratur mendapat porsi yang cukup besar.

D. IMPLEMENTASI
Dari semua rencana keperawatan aktual yang disusun hampir seluruhnya dapat dilaksanakan. Sebagian besar implementasi dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan dan pembahasan tentang proses penyakit, akibat yang timbul, pilihan pengobatan yang umum dilakukan , pengaturan diet, dan perubahan aktivitas yang harus dilaksanakan pada penderita CRF. Implementasi yang belum dilaksanakan antara lain adalah mengobservasi warna urine, kekeruhan, dan bau urin, karena pasien b.a.k di kamar mandi. Intake output belum diukur secara adekuat karena pasien sedang puasa untuk pemeriksaan USG ginjal, dan karena pasien belum diberi penjelasan tentang pengukuran tersebut.
E. EVALUASI
Selama pengamatan kasus pasien sangat kooperatif dan tampak antusias terhadap penyuluhan yang diberikan oleh perawat. Pasien juga mampu mengungkapkan kembali penjelasan yang telah diberikan oleh perawat dan berjanji akan melaksanakan semua yang dianjurkan. Keluhan pusing masih ada, namun berkurang menurut pasien, meskipun tekanan darah meningkat menjadi 180/110 mmHg. Hal ini mungkin terjadi karena pasien pulang dari pemeriksaan USG yang tempatnya cukup jauh. Pasien mampu menghabiskan 1 tangkup roti setelah pulang dari pemeriksaan USG meskipun masih ada rasa mual. Keluhan kencing tidak lancar masih ada, namun pasien mengatakan sudah terbiasa dengan keadaan tersebut karena sudah 4 bulan mengalaminya.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Penyakit gagal ginjal kronik adalah kerusakan pada nefron yang progresif, irreversibel, dan dapat menimbulkan kerusakan/berakibat pada semua sistem tubuh. Gagal ginjal dapat timbul dari berbagai penyebab, karena itu pola hidup yang baik sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Penyakit gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan, namun penderita gagal ginjal dapat menjaga kualitas hidupnya dengan taat menjalani diet, berobat secara teratur. Bagi yang sudah harus menjalani hemodialisa harus menjalaninya dengan teratur. Pasien CRF harus mendapat penjelasan yang cukup agar dapat terhindar dari komplikasi yang dapat menimbulkan kematian.

B. SARAN
1. Bagi masyarakat agar memperhatikan kesehatannya secara teratur, check up, agar bila menderita sakit dapat terdeteksi secara dini. Bila telah menderita gagal ginjal, penderita harus mentaati diet dan berobat teratur.
2. Bagi petugas kesehatan agar memberikan informasi yang berguna bagi penderita CRF, memberikan pelayanan yang baik dan dukungan pada pasien karena mereka mengalami gangguan secara fisik, mental, dan spiritual.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Donna D. Ignatavicus, Marilyn Vorner Layne, Medical Surgical Nursing, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1991
Joyce M. Black, M.S.N., R.N., C.P.S.N., Esther Matassarin-Jacobs, Ph.D., R.N., O.C.N., Medical Surgical Nursing Clinical Management for Continuity of care, Fifth Edition, W.B. Saunders, Philadephia, 1997.
June M. Thompson, R.N., M.S., Gertrude Mc Farland, R.N., D.N.Sc., F.A.A.N., Mosby's Manual of Clinical Nursing, 2nd Edition, St. Louis: The CV Mosby Company, 1989.
Marilynn E. Doenges,R.N., BSN, MA, Mary F. Mooerhouse, R.N., CCRN, Alice C Geissler, R.N., BSN,Nursing Care Plan. Edition 3, Philadhelphia: F.A.Davis Company, 1993.
Nancy M. Holloway, R.N., MSN, Medical Surgical Care Plans, Springhouse Corporation, Pennsylvania, 1988.
Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996
Sylvia A. Price, Ph.D., R.N., Lorraine McCarty Wilson, Ph.D., R.N., Patofisiologi, Konsep klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku 2 EGC, Jakarta, 1995

Tidak ada komentar: